Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Ganti, Kualitas SDM Asuransi Dinilai Belum Berkembang Signifikan

Peningkatan kualitas SDM industri asuransi diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Asuransi Syariah, Reasuransi, dan Reasuransi Syariah.
Karyawan melintasi logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melintasi logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia atau SDM industri asuransi dinilai belum menunjukkan hasil yang optimal meskipun kebijakan pelatihan karyawan telah berubah. Sebelumnya, perusahaan diwajibkan untuk mengalokasikan sejumlah anggaran untuk pengembangan SDM.

Menurut pengamat asuransi dan Mantan Komisaris Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Irvan Rahardjo, belum terdapat perkembangan signifikan dari daya saing SDM asuransi dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dinilai dapat menghambat perkembangan kualitas industri.

Dia menilai bahwa saat ini industri asuransi menghadapi isu pengelolaan (good corporate governance) serta manajemen aset dan liabilitas (asset liabilities management/ALM). Kualitas SDM yang mumpuni dinilai sebagai faktor kunci untuk menyelesaikan isu-isu tersebut.

"Adanya jajaran manajemen dari luar [industri asuransi] menggambarkan bahwa kaderisasi di asuransi belum optimal, perlu evaluasi sistem pendidikan SDM asuransi. Kondisi itu menggambarkan kualitas SDM di puncak manajemen, menengah, maupun bawah," ujar Irvan kepada Bisnis, Senin (10/8/2020).

Peningkatan kualitas SDM industri asuransi diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Asuransi Syariah, Reasuransi, dan Reasuransi Syariah.

Pasal 54 POJK tersebut mengatur bahwa perusahaan wajib menyelenggarakan program pengembangan kemampuan dan pengetahuan bagi pegawainya. Hal itu wajib dilakukan dalam bentuk program pendidikan dan pelatihan.

Aturan tersebut mengubah ketentuan sebelumnya yakni Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 426/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Pasal 29 KMK itu mengatur bahwa perusahaan asuransi dan reasuransi wajib menganggarkan dana minimal 5 persen dari jumlah biaya pegawai, direksi, dan komisaris untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karyawan. Pelaksanaan dan penggunaan dana itu dilaporkan setiap tahunnya kepada Menteri Keuangan.

Menurut Irvan, pengembangan kualitas SDM dengan pendekatan anggaran telah menghasilkan sejumlah tenaga ahli asuransi, meskipun belum signifikan. Namun, perubahan pengembangan kualitas karyawan melalui pendekatan program pun belum menunjukan hasil optimal.

"Saya kira kalau mengukur dengan itu [pendekatan anggaran] memang sudah tidak terpenuhi lagi. Namun, sekarang pun SDM industri asuransi masih kurang berdaya saing," ujarnya.

Berdasarkan rekapitulasi data industri asuransi dari OJK yang dilakukan Bisnis, beban pendidikan dan pelatihan asuransi jiwa pada semester 1 tahun ini tercatat senilai Rp108,2 miliar. Adapun, beban pendidikan di asuransi umum tercatat sebesar Rp125,6 miliar.

Dalam lima tahun terakhir, setiap semester pertama rata-rata biaya yang dikeluarkan industri asuransi jiwa untuk pengembangan SDM adalah Rp128,12 miliar. Sementara itu, rata-rata biaya pendidikan yang dikeluarkan industri asuransi jiwa dalam kurun yang sama adalah Rp117,43 miliar.

Jika menggunakan pendekatan KMK 426/2003, biaya pendidikan yang dikeluarkan industri asuransi jiwa dan asuransi umum setiap penghujung tahun cenderung melebihi ketentuan minimal 5 persen dari total beban pegawai dan beban pengurus.

Irvan menilai bahwa proses pendidikan SDM asuransi menjadi salah satu penyebab 'kalahnya' daya saing kader-kader di industri itu dibandingkan dengan industri lain. Dia menilai bahwa SDM asuransi kerap ditempatkan di satu pos dan tidak digodok untuk mendalami pos-pos lain.

"Berbeda dengan perbankan, orang dilatih dengan diputar ke semua bagian, sehingga pemahamannya komprehensif. Kalau di asuransi kerap ditemukan begitu duduk di situ, klaim misalnya, ya selamanya pegang klaim," ujar salah satu Pendiri Komunitas Penulis Asuransi (Kupasi) tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper