Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Diperkirakan Tahan Suku Bunga dalam RDG Pekan Depan

Proyeksi tersebut dilandasi keyakinan skema burden sharing bisa mengurangi tekanan di pasar. Sejak awal 2020, Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga sebesar 100 bps.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020)./Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020)./Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) diperkirakan menahan suku bunga dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan depan, walaupun bank sentral masih memiliki ruang untuk melanjutkan tren pemangkasan 7-Day Reserve Repo Rate (7-DRR)

Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin meyakini skema burden sharing BI-Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan kebijakan fiskal terbaru bakal mengurangi tekanan bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga. 

Lagipula, suku bunga rendah dinilai tak terlalu berdampak terhadap percepatan pemulihan ekonomi pascapandemi dibandingkan dengan kebijakan fiskal.

“Kami memperkirakan bank sentral akan menahan 7-Day Reserve Repo Rate sebesar 4 persen walaupun beberapa data makroekonomi membuktikan keparahan dampak Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia,” tulis Anthony dalam riset terbarunya yang dikutip Bisnis, Minggu (16/8/2020).

Adapun, RDG BI bulan ini akan dilangsungkan pada 18-19 Agustus 2020. Sejak awal tahun, bank sentral telah memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin (bps), yaitu masing-masing 25 bps pada RDG Februari, Maret, Juni, dan Juli.

Anthony melanjutkan BI masih memiliki ruang untuk pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps lagi. Pasalnya, pemangkasan suku bunga sebesar 100 bps tersebut masih lebih rendah dibandingkan pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve) sebesar total 150 bps pada periode yang sama.

Selanjutnya, inflasi yang masih akan bertahan pada level rendah sekitar 2 persen di tengah perlambatan permintaan juga bisa menjadi alasan bagi BI untuk memotong suku bunga.

“Pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps lagi masih bisa karena selisih antara yield obligasi pemerintah dan inflasi masih lebar,” jelasnya.

Per 12 Agustus 2020, selisih yield SUN bertenor 10 tahun dan inflasi tercatat sebesar 522 bps atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada 2019, yang sebesar 466 bps. Namun demikian, gap tersebut dinilai Anthony masih sangat menarik dibandingkan dengan negara berkembang (emerging markets) lainnya.

Namun demikian, dalam RDG kali ini, dia melihat BI tidak akan mengambil langkah pelonggaran moneter dengan mengutak-atik suku bunga setelah sepakat dengan pemerintah untuk menyerap obligasi dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, baru-baru ini pemerintah juga telah mengumumkan rencana untuk menyuntikkan stimulus tunai kepada 15,7 juta pekerja yang memiliki gaji di bawah Rp5 juta.

“Karena target penerima stimulus termasuk dalam konsumen berpendapatan rendah, bantuan tunai harusnya dapat membawa efek berlapis terhadap ekonomi domestik,” tulis Anthony.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper