Bisnis.com, JAKARTA - Angka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II/2020 yang baru dirilis kemarin, Rabu (5/8/2020), menyiratkan perlambatan investasi yang lebih tajam dari penurunan konsumsi ruang tangga.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengungkapkan upaya untuk mendongkrak pertumbuhan tidak hanya menjadi tugas otoritas fiskal, tetapi juga bank sentral. Pasalnya, pertumbuhan investasi sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
"Patut dicatat, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa penurunan suku bunga selanjutnya akan sangat bergantung pada perkembangan inflasi ketika ditanya tentang sikap kebijakannya pada 16 Juli 2020 lalu," ujar Satria, Kamis (6/8/2020).
Data terakhir menunjukkan laju inflasi Juli sebesar 1,54 persen dan tetap on the track ke arah 1,8 persen pada akhir 2020 atau 120 basis poin (bps) di bawah titik tengah sasaran inflasi BI sebesar 3 persen.
Menurut Satria, permintaan kredit dan suku bunga seperti tebak-tebakan ayam dan telur, mana yang lebih dahulu.
Namun, dia menilai suku bunga domestik, dalam situasi krisis Covid-19 saat ini, masih terlalu tinggi untuk industri untuk membukukan pinjaman baru dan untuk pemberi pinjaman komersial untuk menyalurkan kredit.
Baca Juga
"Karena obligasi pemerintah dengan imbal hasil tinggi menawarkan pengembalian yang terlalu menarik untuk diabaikan bank," ungkapnya.
Bahana Sekuritas melihat likuiditas domestik cukup. Sementara itu, dolar AS yang melemah dan penurunan yang drastis dalam imbal hasil global terutama obligasi AS seharusnya memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut sebesar 50 bps menjadi 3,5 persen tahun ini.
Pada Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2020, bank sentral telah memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan empat langkah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi selama pandemi.
Pertama, BI kembali menurunkan suku bunga acuan, serta deposit facility dan lending facility. Kedua, ekspansi moneter dan fiskal.
Perry menjelaskan, BI berkomitmen melakukan pendanaan atas APBN melalui pembelian surat berharga negara di pasar perdana secara terukur, melalui mekanisme pasar maupun secara langsung, guna mendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Ketiga, BI menjaga koordinasi yang erat dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta koordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui repo pembelian surat berharga negara (SBN).
“Tindak lanjut dari PP 33/2020 sudah ditindaklanjuti melalui nota kesepahaman atau perjanjian kerja sama,” katanya.
Keempat, bank sentral bersama pemerintah dan industri perbankan mempercepat digitalisasi pembayaran agar mempercepat distribusi bantuan sosial dan implementasi ekonomi serta keuangan digital.