Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Optimistis Perbankan Kuat Hadapi Dampak Pandemi Covid-19

Per Juni 2020, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) sebesar 22,59 persen.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi industri perbankan dinilai masih kuat dan stabil menghadapi dampak pandemi Covid-19 hingga akhir tahun ini.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pada posisi Juni, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) sebesar 22,59 persen. Posisi ini masih jauh dari batas minimum yang ditetapkan regulator sebesar 12 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan jika dilihat secara modal perbankan rerata semuanya bagus karena 22 persen CAR-nya. Lalu, dari sisi likuiditas rasionya juga masih bagus meski secara individu bank berbeda-beda.

"Dari sisi likuiditas, perbankan Indonesia sudah aman dan cukup kuat hadapi gempuran dampak Covid-19 sampai akhir tahun. Kebijakan pemerintah dan regulator sudah cukup memberikan kelonggaran likuiditas di perbankan," katanya melalui siaran pers, Rabu (26/8/2020).

Adapun kecukupan likuiditas juga terjaga dengan baik tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) per 15 Juli 2020 menguat ke level 122,57 persen dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 26,02 persen, jauh berada di atas threshold 50 persen dan 10 persen.

Aviliani menambahkan jika dilihat dari sisi likuiditas sekarang bahkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun dimungkinkan untuk membantu likuiditas. Pemerintah juga menempatkan dana likuiditas di bank swasta, BUMN, dan BUMD.

Namun, lanjut Aviliani, kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai dan masih panjang ini diperkirakan akan mempengaruhi profitabilitas perbankan.

"Jadi kalau sampai akhir tahun kondisi profit pasti banyak yang turun, mungkin ada 1-2 bank yang tumbuh tapi kemungkinan banyak yang tumbuh menurun. Kalau sampai negatif tidak hanya penurunan pertumbuhan laba," tambahnya.

Aviliani mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan penurunan pertumbuhan laba perbankan. Pertama, restrukturisasi kredit secara massal yang otomatis mengurangi income atau pendapatan perbankan.

Kedua, risiko kredit bermasalah masih aman walaupun ada kecenderungan meningkat di akhir tahun. Aviliani pun menyarankan bank untuk kembali melihat struktur debiturnya baik yang lancar maupun yang direstrukturisasi. Hal ini penting untuk menyiapkan dana pencadangan bila program restrukturisasi berakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper