Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. memproyeksi ada 10 sampai 11 persen debitur yang telah mendapatkan restrukturisasi memiliki kemungkinan tidak dapat bangkit kembali.
Hingga 30 September 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 senilai Rp116,4 triliun ke 525.665 debitur. Realisasi restrukturisasi tersebut mencapai 15,5 persen dari total baki debet emiten berkode BMRI ini.
Dari jumlah tersebut sebanyak Rp47,7 triliun atau 77 persen di antaranya merupakan sektor UMKM denga jumlah 406.434 debitur. Sisanya, nonUMKM dengan nilai baki debet Rp68,6 triliun ke 119.231 debitur.
Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddik Badruddin mengatakan debitur yang diproyeksi kemungkinan tidak dapat bangkit kembali akan diantisipasi pemburukan kualitas kreditnya. Pada tahun depan, jika benar-benar tidak bisa bangkit debitur tersebut kemungkinan akan downgrade menjadi kategori rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).
"Karena tidak ada gunanya debitur yang sudah mati, kami kan downgrade earlier sebelum POJK 11/2020 berakhir," katanya dalam paparan kinerja kuartal III/2020, Senin (26/11/2020).
Menurutnya, Bank Mandiri hingga saat ini masih menganalisis debitur-debitur restrukturisasi yang kemungkinan akan mendapatkan perpanjangan POJK 11/2020. Bank Mandiri memproyeksikan restrukturisasi kredit pada tahun depan akan didominasi debitur eksisting yang mendapatkan perpanjangan.
Sementara itu, jumlah debitur restrukturisasi baru diproyeksi tidak akan terlalu banyak. Hal tersebut seiring dengan asumsi penanganan Covid-19 yang akan lebih membaik.
"Ketika tenor selesai, apakah perlu diperpanjang dengan POJK 11, ya kan kami allow perpanjangan. Hemat kami, jumlah debitur yang yang mungkin diberikan restrukturisasi ke depannya tidak akan terlalu banyak, tidak akan signfikan," katanya.