Bisnis.com, JAKARTA -- Penyaluran kredit sindikasi diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tahun ini seiring dengan tingginya belanja infrastruktur pemerintah dan beberapa rencana investasi korporasi di beberapa sektor.
Namun, belanja pemerintah yang stabil, kinerja ekonomi yang kondusif, serta batas minimum penyaluran kredit (BPMK) perbankan tetap perlu menjadi perhatian.
Berdasarkan data Bloomberg, perjanjian kerja sama kredit sindikasi masih tergolong signifikan pada tahun lalu, meski melemah dari 2019.
Perjanjian kredit sindikasi yang bertahan tiga tahun berturut-turut di kisaran US$32 miliar sejak 2016, dan turun US$26,98 miliar pada 2019. Pada masa pandemi 2020, perjanjian kredit sindikasi tercatat turun lagi menjadi US$22,94 miliar.
Dalam perkembangan lain, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 109/2020. Dengan Perpres ini, pemerintah lagi-lagi merevisi Program Strategis Nasional (PSN) untuk ketiga kalinya. Dari awal sebanyak 225 proyek dan 1 program kini jadi sebanyak 201 proyek dan 10 program.
Senior Faculty LPPI Moch. Amin Nurdin mengatakan perjanjian kredit sindikasi tahun lalu tergolong lumayan lantaran pertumbuhan kredit secara tahunan justru mencatatkan negatif.
"Perbaikan justru akan terjadi pada tahun ini, yang utamanya didukung oleh belanja pemerintah dan kinerja ekonomi pada masa distribusi vaksin," sebutnya, Jumat (8/1/2021).
Dia menyampaikan perbankan saat ini pun memiliki daya tawar yang cukup baik dengan suku bunga kredit yang terus turun seiring dengan efisiensi beban bunga.
Hal ini akan menjadi indikator penunjang tambahan bagi korporasi yang membutuhkan beban bunga rendah untuk mempercepat realisasi pencairan fasilitas kreditnya.
Adapun, Amin memperkirakan kebutuhan konstruksi seperti jalan, dan jembatan akan menjadi pertimbangan utama penyaluran kredit sindikasi.
Di samping itu, kebutuhan untuk peningkatan produksi energi terbarukan pun akan mendorong kredit sindikasi tahun ini. Kebutuhan ini pun akan menjadi incaran bank yang implementasi keuangan berkelanjutannya semakin signifikan.
Amin pun memperkirakan kebutuhan investasi dari sektor jasa kesehatan dan farmasi juga akan cukup kuat pada tahun ini. Terlebih, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan bahkan pihak swasta saat ini tengah gencar memperbaiki fasilitas kesehatan.
Ekonom senior Aviliani menyampaikan belanja pemerintah perlu ditata kembali agar lebih stabil pada tahun ini. Belanja yang stabil akan mempercepat pemulihan ekonomi sekaligus pelaku usaha swasta sehingga dapat menciptakan multiplier efek lebih baik.
Di luar itu, Avilani menyampaikan BMPK perbankan saat ini sudah mulai mentok. Hal ini pun ditambah dengan kebutuhan korpiorasi yang menambah fasilitasnya untuk kebutuhan restrukturisasi.
"Perlu diakui korporasi kita itu-itu saja, relaksasi BMPK perlu menjadi pertumbangan saat ini agar perbankan dapat memiliki ruang untuk peningkatan kredit korporasi yang memiliki potensi," katanya.