Bisnis.com, JAKARTA — Unrealized loss yang terjadi di BPJS Ketenagakerjaan diperkirakan dapat menjadi netral jika indeks harga saham gabungan atau IHSG berada di kisaran 6.800–7.100.
Hal tersebut tercantum dalam dokumen terkait kebijakan dan penanganan defisit program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diperoleh Bisnis. Tertulis bahwa terdapat defisit program JHT hingga Rp14,75 triliun atau posisi solvabilitasnya 95,92 persen pada akhir 2020.
Tertulis bahwa masalah solvabilitas itu berkaitan dengan penempatan investasi BPJS Ketenagakerjaan di instrumen pasar modal. Alokasi investasi saham dan reksa dana oleh badan tersebut pada akhir 2020 tercatat sebesar 27,3 persen, turun dari 31 Desember 2019 sebesar 30,8 persen.
Baca Juga : KSPI: Jangan Sampai Kasus Kerugian Jiwasraya dan Asabri Terjadi di BPJS Ketenagakerjaan! |
---|
Masalah defisit itu pun terjadi di tengah unrealized loss investasi BPJS Ketenagakerjaan. Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, unrealized loss BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2019 berkisar Rp13–14 triliun.
Jumlah itu membengkak dalam kurun Agustus–September 2020 saat nilai unrealized loss mencapai sekitar Rp40 triliun, bahkan ada pihak yang menyebut nilainya menyentuh Rp43 triliun. Namun, pada pertengahan Januari 2021 nilainya telah menjadi Rp13 triliun.
"Direktorat Investasi sudah melakukan uji sensitivitas terhadap proyeksi solvabilitas atau rasio kecukupan dana [RKD] program JHT, di mana jika IHSG berada di level 6800 sampai dengan 7100, maka unrealized loss dari program JHT akan netral dan RKD berada di level 100 persen," tertulis dalam dokumen yang diperoleh Bisnis.
Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Irvansyah Utoh Banja membenarkan adanya defisit program JHT. Menurutnya, masalah solvabilitas tak lepas dari gejolak kinerja pasar modal.
Menurutnya, terdapat dana dalam portofolio aset JHT yang diinvestasikan di instrumen saham dan reksadana. Hal tersebut membuat kinerja investasi terpengaruh terpapar kondisi pasar, sehingga kenaikan dan penurunan aset tergantung dengan kondisi bursa.
"Karena kondisi penempatan dana terpengaruh fluktuasi pasar modal. Untuk angka pasti Desember 2020, harus menunggu audit Kantor Akuntan Publik KAP, pasti akan kami umumkan," ujar Utoh kepada Bisnis, Rabu (10/2/2021).