Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Mandiri (BMRI) Siap Dukung Pembiayaan Proyek Jumbo Baterai Listrik

Bank Mandiri siap mendukung pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik, baik dari sisi investasi, pembiayaan, transaction and cash management, treasury solution, trade solution, hingga consumer loan.
Museum Bank Mandiri/Jakarta.go.id
Museum Bank Mandiri/Jakarta.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) menyampaikan total investasi proyek baterai kendaraan listrik secara end-to-end diperkirakan mencapai US$15,3 miliar atau sekitar Rp218,79 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS).

Pembangunan pabrik baterai cell menjadi bagian dari rantai nilai ekosistem baterai yang membutuhkan biaya investasi paling besar. Bank BUMN, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pun berkomitmen mendukung pembiayaan investasi tersebut.

Group Head Corporate Banking 5 Group Bank Mandiri Midian Samosir mengatakan bahwa pihaknya siap untuk mendukung pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik, baik dari sisi investasi, pembiayaan, transaction and cash management, treasury solution, trade solution, hingga consumer loan.

"Bahwa US$15 miliar itu bukan angka sedikit dan harus dikeroyok ramai-ramai. Ini PR bersama bagaimana sukseskan baterai EV ini. Bank Mandiri tentu akan sangat senang untuk support yang jadi planning IBC," kata Midian, Kamis (24/6/2021).

Untuk membangun pabrik baterai cell dengan kapasitas 140 gigawatt hour (GWh) per tahun, biaya capital expenditure (capex) yang dibutuhkan diestimasikan mencapai US$6,73 miliar. Selain baterai cell, pembangunan pabrik katoda juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi, yakni sekitar US$3,83 miliar.

"Yang paling mahal itu masuk ke katoda dan baterai cell karena di situ salah satu teknologi yang presisi sekali. Kalau saya lihat cara mereka bekerja untuk dapatkan konsistensi produk baterai dan kualitas itu hitung-hitungan toleransinya sudah mendekati nano meter presisinya," ujar Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho.

Sedangkan untuk membangun pabrik smelter untuk mengolah bijih nikel menjadi nikel sulfat dengan teknologi RKEF dan HPAL membutuhkan capex sekitar US$2,6 miliar-US$2,7 miliar.

Sisanya, kebutuhan investasi diperlukan untuk proyek tambang nikel senilai US$160 juta, pabrik daur ulang baterai US$30 juta, dan pengembangan energy storage system (ESS) senilai US$40 juta.

Dalam mengembangkan pabrik baterai kendaraan listrik dari hulu ke hilir tersebut, IBC bermitra dengan konsorsium LG dari Korea Selatan dan konsorsium Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China.

"Investasi yang dibutuhkan sangat besar. Total investasi dengan kedua partner tadi itu US$15,3 miliar," kata Toto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper