Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Pada International Conference The Future of Islamic Capital Market: Opportunities, Challenges and Way Forward, Kamis (15/7/2021), Sri menjelaskan indeks literasi keuangan syariah di Indonesia masih di bawah 10 persen. Hal tersebut, katanya, menghalangi pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia.
“Oleh karena itu saya sampaikan, edukasi dan literasi menjadi salah satu aktivitas yang sangat penting. Survei Otoritas Sektor Keuangan 2019 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 8,93 persen. Meskipun Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim,” jelas Sri pada sambutannya secara virtual.
Selain itu, edukasi dan peningkatan literasi keuangan untuk masyarakat dinilai Sri dapat menambah basis investor di dalam negeri. Dia mencatat persentase investor pribadi terus meningkat terlihat dari kepemilikan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk per Juni 2021 meningkat dari awalnya sebesar Rp22,27 triliun menjadi Rp46,48 triliun pada Juni 2021.
Meski begitu, Bendahara negara tersebut tidak menampik fakta bahwa kepemilikan sukuk yang diperdagangkan masih didominasi oleh perbankan.
Di sisi lain, Sri yang juga menjabat sebagai sekretaris KNEKS mengatakan jumlah penerbitan instrumen sukuk yang masih minim oleh sektor korporasi, turut menahan pengembangan pasar modal syariah di Indonesia.
Dia berpesan agar korporasi dapat mendiversifikasi sumber pendanaan investasinya. Ini merupakan tantangan yang serius karena untuk mencapai hal tersebut, perusahaan perlu membenahi tata kelola dan profitabilitas dari perusahaannya terlebih dahulu.
“Kita juga perlu untuk terus mendiversifikasi penerbitan sukuk korporasi dengan menerbitkan fitur-fitur yang makin menarik, sehingga minat investor baik di dalam dan luar negeri dapat terwadahi,” pesan Sri.