Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (Fed) menyatakan bahwa pengetatan kebijakan moneter, atau tapering, akan mulai disiapkan pada tahun ini.
Pengetatan kebijakan moneter AS bisa berdampak pada aliran modal keluar asing atau capital outflow, termasuk di Indonesia.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan bahwa risiko tapering yang dipersiapkan untuk tahun ini tidak akan sebesar seperti yang terjadi di 2013.
"Risiko tapering tetap ada namun tidak akan sebesar seperti taper tantrum di tahun 2013," kata Faisal kepada Bisnis, Senin (6/9/2021).
Menurut Faisal, hal itu disebabkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya yaitu disebabkan oleh kepemilikan asing di pasar keuangan domestik yang sudah menurun.
Selain itu tingkat inflasi di Indonesia juga tetap terjaga rendah. Pada Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), lebih rendah dari Juli 2021 sebesar 0,08 persen (mtm).
Baca Juga
Sementara, tingkat inflasi tahunan adalah sebesar 1,59 persen (year-on-year/yoy), dan dari awal tahun hingga bulan laporan sebesar 0,84 persen (year-to-date/ytd).
Selanjutnya, suprlus neraca perdagangan yang masih berlanjut cukup besar hingga 15 bulan berturut-turut, kata Faisal, dapat menjaga posisi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia.
Terakhir, Faisal menilai cadangan devisa Indonesia yang cukup tinggi sebesar US$137,3 miliar, pada posisi Juli 2021, dapat memperkuat ketahanan Indonesia dalam menghadapi risiko tapering off.
"Cadangan devisa cukup tinggi dan posisinya cukup berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," pungkasnya.