Bisnis.com, JAKARTA -- BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek akan mengevaluasi besaran iuran program Jaminan Pensiun tahun ini. Hal ini untuk menentukan penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan, saat ini, besaran iuran Jaminan Pensiun ditetapkan sebesar 3 persen dari upah per bulan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, besaran iuran dievaluasi setiap 3 tahun sekali dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria. Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar untuk penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap menuju 8 persen.
"Pertama kali Jaminan Pensiun ini mulai 2015. Tahun 2018 di-review dan disepakati tidak naik karena pertimbangan dari sisi aktuaria ketahanan dana dan kondisi ekonomi, sehingga diputus tidak naik, tetap 3 persen. Tiga tahun berikutnya berarti tahun ini," ujar Anggoro dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Ketenagakerjaan, Senin (15/11/2021).
Untuk itu, pihaknya akan kembali melakukan pembahasan besaran iuran Jaminan Pensiun untuk melihat kemungkinan apakah besaran iuran bisa mulai dinaikkan.
"Tapi ini masih dalam proses," katanya.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (28/9/2021), Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntor menyampaikan bahwa pembayaran manfaat pensiun dari waktu ke waktu terus tumbuh secara eksponensial.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, diproyeksikan mulai 2060 sudah ada persinggungan antara pembayaran manfaat dengan penerimaan iuran. Saat itu, rasio klaim Jaminan Pensiun diperkirakan sudah di atas 100 persen.
"Artinya, mulai 2057 sudah terjadi penggunaan hasil investasi untuk digunakan sebagai pembayaran manfaat pensiun. Bila tidak dilakukan penyesuaian terkait iuran, aset [dana jaminan sosial pensiun] akan habis 2072. Ini jadi isu besar yang harus kami antisipasi," kata Pram.