Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkat Inflasi Rendah, LPEM UI: BI Harus Pertahankan Suku Bunga di 3,5 Persen

LPEM FEB UI menilai Bank Indonesia (BI) perlu tetap mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini.
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020).  Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai perlu tetap mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan hal ini mempertimbangkan inflasi yang masih di bawah target BI, serta untuk mendukung pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.

“BI harus terus mempertahankan suku bunga acuan di 3,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini,” katanya, Kamis (20/1/2022).

Riefky menyampaikan, tingkat inflasi bulanan mulai meningkat sejak September 2021, namun belum cukup mendorong inflasi hingga mencapai kisaran target BI antara 2 persen hingga 4 persen.

Inflasi tahunan berada di 1,87 persen pada Desember 2021, inflasi tahunan tertinggi sejak Juni 2020.

Sejalan dengan itu, inflasi inti naik tipis ke level tertinggi selama 11 bulan sebesar 1,56 persen pada Desember 2021 dari 1,44 persen pada bulan sebelumnya, menunjukkan pemulihan permintaan karena daya beli masyarakat secara bertahap mengalami perbaikan.

Dari sisi global, Covid-19 varian Omicron masih menjadi tantangan, namun investor telah belajar untuk hidup dengan virus, yang sekarang mungkin memiliki dampak yang semakin kecil pada pasar karena mereka dengan cepat memperhitungkan fluktuasi ekonomi apapun.

Meskipun varian Omicron mungkin tidak menimbulkan tantangan yang signifikan bagi pasar modal saat ini, Riefky mengatakan kenaikan suku bunga the Fed dapat menjadi tantangan utama bagi negara berkembang.

The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada awal Maret 2022 dan mengurangi jumlah pembelian obligasi bulanan menjadi hanya US$60 miliar, setengah dari tingkat pembelian beberapa bulan lalu.

Kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang akan segera terjadi, dan ancaman gangguan rantai pasok global yang meningkat, kata Riefky, meskipun beberapa investor memindahkan aset mereka keluar dari pasar negara berkembang, investor lain masuk ke aset berisiko, menghasilkan arus masuk modal bersih sebesar US$3,46 juta pada pertengahan Januari 2022.

Imbal hasil obligasi 1 tahun mengalami penurunan menjadi 3,5 persen pada pertengahan Januari 2022 dari 3,8 persen pada pertengahan Desember 2021, sementara imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun tetap stabil di 6,4 persen antara Desember 2021 dan Januari 2022.

“Spread imbal hasil yang melebar menunjukkan bahwa investor meningkatkan pembelian obligasi jangka pendek, yang menunjukkan prospek kondisi domestik jangka pendek yang lebih baik,” jelas Riefky.

Oleh karena dipengaruhi kenaikan ekspor yang tinggi akibat kenaikan harga komoditas, rupiah tetap solid sepanjang tahun 2021.

“Dengan depresiasi tahunan sebesar 2,05 persen pada pertengahan Januari 2022, rupiah relatif stabil dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya,” kata Riefky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper