Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) menyalurkan pembiayaan senilai Rp171,29 triliun, naik 9,32 persen yoy sepanjang tahun lalu. Rinciannya, pembiayaan konsumer mencapai Rp82,33 triliun, tumbuh sekitar 19,99 persen, disusul pembiayaan gadai emas yang meningkat sebesar 12,92 persen yoy.
Sementara itu, pembiayaan mikro tumbuh 12,77 persen dan pembiayaan komersial tumbuh 6,86 persen. Dari sisi kualitas, BSI mencatatkan non-performing financing (NPF) Nett sebesar 0,87 persen pada Desember 2021.
Adapun, DPK tercatat sebesar Rp233,25 triliun, tumbuh 11,12 persen yoy. Pada Desember 2021, tabungan Wadiah tumbuh 15,30 persen yoy atau menjadi Rp34,10 triliun. Sementara total tabungan mencapai Rp99,37 triliun, naik 12,84 persen.
Dengan kinerja positif itu, BSI berhasil membukukan peningkatan aset sepanjang 2021 sebesar 10,73 persen secara tahunan menjadi Rp265,29 triliun.
Ade Cahyo Nugroho, Direktur Finance & Strategy BSI, menambahkan perbaikan kinerja perseroan juga tercermin dari rasio-rasio keuangan sepanjang tahun lalu. Dari rasio profitabilitas, Return on Equity (ROE) BSI meningkat dari 11,18 persen menjadi 13,71 persen.
“Dari sisi Return on Asset [ROA] juga mengalami perbaikan dari 1,38 persen menjadi 1,61 persen. Dengan seiring berjalannya merger dan penyatuan operasional, BSI mencatat perbaikan dari sisi efisiensi di mana BOPO turun dari 84,61 persen menjadi 80,46 persen,” pungkasnya.
Baca Juga
Di sisi lain, perseroan juga mencatatkan penurunan biaya dana atau cost of fund yang cukup signifikan atau dari 2,68 persen menjadi 2,03 persen. Hal ini pun memberikan dampak terhadap profitabilitas perseroan.
Cahyo menyatakan bahwa rasio permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) BSI juga mengalami pertumbuhan, dari 18,24 persen menjadi 22,09 persen.
Prospek Saham BSI (BRIS)
Capaian kinerja ciamik yang dibukukan BSI dinilai oleh sejumlah analis dapat mengerek kinerja saham perseroan di pasar modal. Hal ini dikarenakan bank syariah terbesar di Indonesia itu dinilai mempunyai fundamental yang kuat.
Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada mengatakan BSI memiliki kinerja perbankan yang baik dengan pertumbuhan pendapatan, laba, dan sejumlah rasio perbankan lainnya.
Menurutnya, saat ini grafik dari pergerakan saham BRIS masih cenderung konsolidasi seiring sikap wait and see pelaku pasar terhadap pengembangan bisnis perseroan.
Menurutnya, sentimen dari pengembangan industri halal dan juga transformasi digital BSI diharapkan dapat memberikan efek positif bagi perseroan ke depannya. Dengan demikian turut memberikan peluang bagi BRIS untuk bisa kembali meningkat harga sahamnya.
“Sekarang kalau bisa bertahan di atas level 1.500, harusnya masih ada peluang untuk bisa kembali ke level 1.800. Dan selanjutnya saya masih optimistis BRIS bisa ke level 2.100 melihat segala potensi yang saya sebutkan tadi,” ujarnya.
Sebelumnya, praktisi pasar modal syariah sekaligus pendiri Komunitas Syariah Saham Asep Muhammad Saepul Islam mengatakan saat ini saham BRIS masih dalam tahap konsolidasi.
Dia berpendapat dengan melihat data tahunan 2021, PER perseroan berada di 15 kali dengan ROE 16 persen, sehingga nilai wajar menurut perhitungannya sekitar 2.400 untuk saham BSI. Hal ini karena ada kenaikan kinerja hingga akhir tahun lalu.
President Director of CSA Institute Aria Santoso mengatakan bahwa sentiment positif dari kinerja BSI pada tahun lalu, yang tumbuh dibandingkan 2021, akan mendorong harga saham dari emiten berkode BRIS tersebut.
Aria menjelaskan prospek bisnis BSI didorong oleh fakta bahwa Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, menjadi captive market yang sangat menjanjikan untuk pertumbuhan perseroan. “Juga rencana pemerintah memperkuat industri keuangan syariah hingga industri halal nasional akan berpengaruh sebagai peluang meningkatnya aktivitas bisnis dan pertumbuhan nasabah BRIS,” pungkasnya.
Dengan potensi itu, Aria memproyeksikan target harga saham BRIS ke depan tembus Rp2.200. Di sisi lain, faktor penghambat kenaikan saham BRIS adalah kekhawatiran investor terkait meningkatnya angka pinjaman bermasalah atau NPF akibat dampak pandemi.
Target BSI (BRIS) 2022
Pada tahun ini, BSI membidik penyaluran pembiayaan tumbuh pada kisaran 7 persen hingga 7,5 persen yoy. Adapun dana pihak ketiga diharapkan naik menyentuh angka 8 persen yoy.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi menyatakan bahwa target tersebut akan selaras dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, yang diperkirakan oleh sejumlah pihak, berada di kisaran 4,6 persen sampai dengan 5,16 persen.
“Dana Pihak Ketiga [DPK] diperkirakan akan mencapai 8 persen, sementara pembiayaan 7 Persen hingga 7,5 persen,” ujarnya dalam konferensi pers virtual paparan kinerja BSI untuk tahun 2021, Rabu (2/2/2022).
Terkait dengan pembiayaan, Hery menuturkan perseroan akan menyasar sejumlah sektor prioritas, antara lain infrastruktur, sektor energi dan nonenergi, sektor kesehatan, termasuk rumah sakit dan ekosistemnya.
Selain itu, perseroan juga akan membidik penyaluran pembiayaan ke sektor pangan, teknologi informasi, dan sektor pendidikan.
Hery menyatakan pada 2022 perseroan akan terus berupaya menjaga kinerja yang terus tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Tak cuma itu, BSI akan terus memupuk kinerja positif, sehingga mampu menjadi tokoh utama dalam pengembangan ekonomi syariah.
“Kami ingin bertumbuh dari sisi pembiayaan dan DPK, kami berusaha menjaga efisiensi biaya dan menekan cost of fund. Dana murah, revenue fee based akan kami tingkatkan,” tuturnya.