Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Perang Rusia-Ukraina, Modal Asing Rp30 Triliun Kabur dari Pasar SBN

Peningkatan persepsi risiko investasi (credit default swap/CDS) negara emerging markets pun tidak terhindarkan, termasuk Indonesia sekitar 40 basis poin. Hal ini mendorong keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan domestik.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Kamis (9/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Kamis (9/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Eskalasi geopolitik Rusia dan Ukraina turut berimplikasi pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menyampaikan bahwa peningkatan persepsi risiko investasi (credit default swap/CDS) negara emerging markets pun tidak terhindarkan, termasuk Indonesia sekitar 40 basis poin.

Hal ini mendorong keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan domestik, baik di pasar Surat Berharga Negara (SBN) maupun saham.

“SBN di Maret saja sejak terjadi konflik Rusia dan Ukraina sudah terjadi outflow sebesar Rp30 triliun dan di saham Rp4 triliun,” katanya dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (17/3/2022).

Meski terjadi outflow yang besar, Destry mengatakan dampak ke peningkatan tingkat imbal hasil SBN justru tidak signifikan.

“Kita lihat yield SBN kita memang naik tapi masih sangat perlahan sehingga posisi sekarang 6,7 persen, karena di satu sisi terjadi outflow, di sisi lain, ada investor domestik yang cukup kuat,” jelasnya.

Adapun, pada periode Januari hingga 15 Maret 2022, total aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik mencapai US$400 juta.

Tertahannya aliran modal asing tersebut terjadi seiring peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Nilai tukar rupiah pada 16 Maret 2022 menguat 0,38 persen secara point to point dan 0,01 persen secara rerata dibandingkan dengan level akhir Februari 2022.

Adapun, rupiah hingga 6 Maret 2022 mencatatkan depresiasi sekitar 0,42 persen dibandingkan dengan level akhir 2021.

BI menyebut, level depresiasi tersebut relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia yang mencatatkan depresiasi sebesar 0,76 persen (year-to-date/ytd), India 2,53 persen ytd, dan Filipina 2,56 persen ytd.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper