Bisnis.com, JAKARTA – Aksi korporasi berupa rights issue yang akan dilakukan PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) diperkirakan dapat terserap dengan baik oleh para investor.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menilai bahwa investor lama BBYB dipastikan menyerap rights issue tersebut sebab aksi korporasi ditujukan untuk meningkatkan likuiditas, serta melakukan ekspansi di bidang digital.
“Menurut saya [rights issue BBYB] bisa terserap dengan baik sebab bank-bank yang berkomitmen dalam digitalisasi di Indonesia memang membutuhkan likuiditas yang memadai,” ujar Nafan ketika dihubungi Bisnis, Selasa (22/3/2022).
BBYB berencana kembali melaksanakan penawaran umum terbatas melalui penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) VI atau rights issue.
Dalam aksi tersebut, perseroan akan menerbitkan 5 miliar saham baru atas nama dengan nominal Rp100 tiap saham. Sejauh ini, BBYB belum menetapkan harga pelaksanaan serta dana yang dibidik dalam aksi korporasi tersebut.
Perseroan menyatakan bahwa rencana rights issue telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), yang digelar pada 28 Mei 2021. BBYB menargetkan dapat mengantongi tanggal efektif rights issue pada 28 April mendatang.
Berdasarkan prospektus yang dirilis BBYB, seluruh dana hasil PMHMETD VI akan digunakan untuk memperkuat modal inti, serta pengembangan usaha berupa penyaluran kredit, dan kegiatan operasional perbankan lainnya.
Nafan menilai bahwa aksi korporasi BBYB bertujuan untuk mempertahankan status modal inti bank, sehingga mampu mempermudah menjalani strategi bisnis terutama dalam menggenjot penyaluran kredit secara langsung.
“Yang paling penting dari aksi korporasi ini bertujuan supaya status modal inti perbankan bisa dipertahankan dengan baik untuk menjaga kepercayaan investor,” pungkasnya.
Dia juga menambahkan jika melihat kinerja BBYB pada tahun lalu, perseroan tercatat belum bisa menciptakan net profit. Hingga kuartal III/2021, BBYB mencatatkan rugi Rp 262,64 miliar, berbalik dari posisi untung Rp 9,57 miliar pada periode yang sama tahun 2020.
Menurut Nafan, meski belum mampu menghasilkan laba bersih, BBYB dinilai memiliki komitmen untuk meningkatkan pendapatan seiring dengan prospek digital banking yang diperkirakan tumbuh pesat di masa mendatang.
“Misalkan, bahwa rights issue tujuannya dalam rangka untuk ekspansi digital perbankan di Tanah Air, sehingga diharapkan kinerja BBYB bisa lebih progresif,” kata Nafan.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Neo Commerce, Tjandra Gunawan, mengatakan aksi rights issue pada 2022 dilakukan seiring dengan pertumbuhan bisnis perseroan. Pada saat bersamaan, digitalisasi di Indonesia juga diperkirakan lebih masif di masa mendatang.
Tjandra menyebutkan aksi korporasi tersebut akan membidik dana sekitar Rp5 triliun. Sebanyak 50 persen hingga 60 persen dana dari rights issue bakal dialokasikan untuk investasi teknologi, sisanya diarahkan ke kegiatan operasional seperti marketing dan edukasi.
Head of Corporate Secretary Bank Neo Commerce, Agnes Fibri Triliana, menyatakan bahwa minat investor strategis di luar pemegang saham perseroan cukup tinggi. Oleh sebab itu, perseroan tetap membuka diri untuk bermitra dengan pihak mana pun.
Berdasarkan daftar pemegang saham periode 25 Februari 2022, PT Akulaku Silvrr Indonesia tercatat menggenggam 25,28 persen saham BBYB, diikuti PT Gozco Capital sebesar 14,81 persen, Yellow Brick Enterprise Ltd. 5,17 persen, Rockcore Financial Technology Co. Ltd 6,12 persen, dan publik sebanyak 48,62 persen.