Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Acuan BI Naik? LPEM UI Ingatkan Risiko ke Pertumbuhan Ekonomi

Gubernur Bank Indonesia akan mengumumkan hasil rapat dewan gubernur siang ini (24/5/2022). Termasuk keputusan akan suku bunga acuan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai masih memiliki ruang untuk mempertahankan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau lebih dikenal dengan suku bunga acuan di tingkat yang rendah sebesar 3,5 persen pada bulan ini.

Teuku Riefky, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengingatkan BI tidak perlu buru-buru menyesuaikan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) karena pertumbuhan ekonomi yang kondusif dan tingkat inflasi inti masih terkendali.

“Inflasi inti pada April tetap relatif rendah, dengan peningkatan tahunan sebesar 2,60 persen secara tahunan, hal ini mencerminkan daya beli masyarakat sudah mulai pulih namun masih bertahap,” katanya, Selasa (24/5/2022).

Sebagai gambaran, tingkat inflasi Indonesia pada April 2022 meningkat ke level tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Meski demikian, capaian ini sejalan dengan terdorongnya permintaan pada periode Ramadan dan Idulfitri bersamaan dengan pelonggaran aktivitas masyarakat dari pandemi virus corona.

Inflasi pada periode ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan pangan dan barang bergejolak akibat melonjaknya harga komoditas global. Harga energi juga meningkat setelah penyesuaian harga Pertamax yang dilakukan oleh pemerintah bulan lalu.

Lebih lanjut, perekonomian Indonesia mencatatkan kinerja positif pada kuartal I/2022 dengan pertumbuhan 5,01 persen secara tahunan, yang ditopang oleh konsumsi domestik yang tetap terjaga, pemulihan investasi, dan peningkatan ekspor akibat melonjaknya harga komoditas.

Dari sisi eksternal, pasar modal global melemah akibat langkah hawkish the Fed untuk mengatasi inflasi yang melonjak tajam, di mana inflasi pada april 2022 tercatat mencapai 8,3 persen.

Untuk mencegah inflasi meningkat lebih lanjut, bank sentral lainnya telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan mereka, misalnya India menaikkan suku bunga acuan sebesar 40 basis poin, bank sentral Inggris juga menaikkan suku bunga untuk ketiga kalinya sejak akhir tahun lalu.

Riefky mengingatkan, kenaikan suku bunga merupakan langkah yang tidak murah karena akan menghasilkan biaya pinjaman yang lebih besar untuk rumah tangga, bisnis, maupun pemerintah, sehingga mengurangi permintaan dan ujungnya menurunkan inflasi.

Namun, biaya dari menaikkan suku bunga adalah risiko perlambatan ekonomi. Perekonomian diperkirakan tumbuh lebih lambat karena biaya pinjaman meningkat. Rumah tangga akan menahan konsumsinya karena suku bunga pinjaman yang lebih tinggi.

“Mempertimbangkan kondisi ekonomi domestik yang cukup terkendali dan sedikit tekanan eksternal, BI masih memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga kebijakan pada 3,5 persen bulan ini agar tetap dapat mendorong pemulihan ekonomi,” kata Riefky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper