Bisnis.com, JAKARTA — Selaras dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik, kinerja badan usaha milik negara (BUMN) kian cemerlang. Hasilnya, sepanjang tahun 2021 perusahaan pelat merat membukukan total laba sebesar Rp126 triliun.
Komitmen ini juga diwujudkan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) lewat perolehan laba bersih sepanjang tahun 2021 yang tembus Rp28,03 triliun secara konsolidasi atau berkontribusi 22,25 persen terhadap total kinerja perusahaan BUMN.
Direktur Hubungan Kelembagaan Bank Mandiri Rohan Hafas menjelaskan, realisasi ini mengalami kenaikan sebesar 66,83 persen secara tahunan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp16,8 triliun.
"Kami sangat mengapresiasi konsistensi Pemerintah khususnya BUMN dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional untuk menggairahkan roda perekonomian di dalam negeri," ujar Rohan dalam keterangan resminya, Rabu (15/6/2022).
Performa cemerlang ini, tambah Rohan, juga terus berlanjut pada tahun 2022. Bank Mandiri mampu mencatat pertumbuhan laba bersih terbesar di jajaran bank dalam Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV secara bank only dengan realisasi laba sebesar Rp12,1 triliun, tumbuh 78,1 persen secara year on year (yoy) per April 2022.
"Pertumbuhan tersebut tentunya tidak terlepas dari konsistensi Bank Mandiri dalam menjaga optimisme dengan memaksimalkan potensi dan peluang yang ada," terangnya.
Baca Juga
Kemampuan Bank Mandiri dalam mencetak laba juga tidak terlepas dari fungsi intermediasi yang dijaga optimal. Tecermin dari pertumbuhan kredit pada akhir April 2022 yang berhasil tumbuh sebesar 12,2 persen secara yoy, jauh di atas rata-rata industri.
Pertumbuhan kredit Bank Mandiri, juga disertai dengan kualitas aset yang terjaga. "Hasilnya, sampai dengan akhir kuartal I/2022 Bank Mandiri mampu menjaga rasio kredit bermasalah [NPL] di level 2,74 persen atau menurun dari periode setahun sebelumnya sebesar 3,30 persen," ujarnya.
Perbaikan dari sisi kualitas kredit ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Terlebih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga April 2022, nilai restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 telah menuju ke angka Rp606,39 triliun.
Posisi ini sudah jauh lebih rendah, dari level tertingginya pada akhir tahun 2020 yang menyentuh Rp1.000 triliun. Hal ini menandakan tingkat kemampuan bayar debitur terus membaik diikut peran perbankan yang mendorong perbaikan kualitas kredit.
Bank Mandiri mencatat tren restrukturisasi debitur terdampak Covid-19 kian melandai. Hingga akhir April 2022 posisi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 Bank Mandiri kini menjadi Rp 64 triliun.
"Restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 Bank Mandiri telah mencapai puncaknya di sekitar kuartal II 2021 dan terus menunjukkan tren penurunan secara bertahap sampai dengan April 2022," terangnya.
Artinya, bila dibandingkan dengan posisi tertinggi pada Juni 2021 posisi restrukturisasi Covid-19 di Bank Mandiri telah menurun sebesar Rp32,48 triliun. Lebih lanjut, penurunan ini berasal dari kemampuan membayar debitur yang telah menunjukkan perbaikan.
Dia menambahkan, tren penurunan restrukturisasi Covid-19 juga tercermin dalam total rasio loan at risk (LAR) termasuk debitur terdampak Covid-19 Bank Mandiri yang mencapai level 16,4 persen di April 2022. Posisi itu turun dibandingkan periode akhir tahun 2021 yang menyentuh 17,75 persen.
"Untuk menjaga kualitas kredit, Bank Mandiri secara intens melakukan monitoring termasuk melakukan stress test secara berkala serta menerapkan early warning sign untuk memastikan posisi pencadangan berada di level optimal," pungkas Rohan.
Optimalisasi aset yang konsisten ini pun berbuah manis terhadap profitabilitas yang membaik. Terlihat dari posisi return on asset (ROA) Bank Mandiri yang terus membaik ke level 3,34 persen pada Maret 2022.
Tidak hanya itu, biaya kredit atau cost of credit Bank Mandiri juga ikut membaik menjadi 1,57 persen di kuartal I/2022. Menurun sebesar 78 basis poin secara tahunan.