Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Sunarso menyebutkan bahwa perbankan harus fokus pada kinerja domestiknya di tengah gejolak ekonomi global. Dia mengatakan bank juga perlu menanggapi situasi saat ini dengan menyiapkan respons yang strategis.
Dia memaparkan bahwa tantangan eksternal ini datang dari inflasi global yang tinggi, khususnya di negara-negara maju. Kemudian, gangguan rantai pasok akibat perang Rusia vs Ukraina telah menciptakan kerawanan energi dan pangan secara global.
“Perbankan harus fokus ke kinerjanya di domestik dulu,” ujarnya saat ditemui di sela-sela pertemuan ketiga Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Bali baru-baru ini.
Selain itu, Sunarso menyampaikan bahwa pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berorientasi impor akan terdampak oleh gejolak eksternal. Menurutnya, hal itu dipengaruhi oleh melambungnya harga komoditas, serta kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS).
Dia mencontohkan pengrajin tahu tempe tentu akan terdampak oleh gejolak ekonomi global saat ini. Pasalnya, menurut data Kementerian Pertanian sekitar 86,4 persen kebutuhan kedelai di dalam negeri berasal dari impor.
“Kalau harga kedelai tetap, tapi dolar AS naik, pasti [UMKM] kena juga. Apalagi kalau harga komoditi naik, dolar AS naik pasti kena juga. Itu yang saya katakan sebenarnya tidak aman-aman banget, tetap ada risiko,” kata Sunarso.
Baca Juga
Sunarso menilai bahwa UMKM yang memiliki fokus mulai dari bahan baku, material, tenaga kerja, dan penjualannya di dalam negeri diperkirakan tidak akan terdampak. Hal ini disebabkan posisi UMKM yang jauh dari episentrum gejolak ekonomi global.
Di sisi lain, dia mengatakan ekonomi Indonesia masih sangat solid. Berbagai kebijakan dan orkestrasi dari sektor riil, moneter, dan fiskal, dinilai sangat bagus sehingga menghasilkan ketahanan yang cukup resilience.
Terkait tingginya inflasi di AS, The Fed diperkirakan bakal menaikkan kembali suku bunganya. Hal ini kemungkinan membuat bank sentral negara-negara lain mengikuti kebijakan serupa. Menurut Sunarso, kebijakan moneter ini akan berdampak pada arus keluar modal atau capital outflow sehingga memengaruhi nilai tukar.
“Tapi syukur harga komoditas bagus, sehingga Indonesia memiliki cadangan devisa yang cukup kuat. Itu maksud saya cukup resilience, tapi tetap harus waspada,” ujarnya.