Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Curhatan Pinjol hingga Dorongan Ekosistem Kendaraan Listrik

Ulasan soal curhatan pinjol ini menjadi berita pilihan yang diulas secara komprehensif di Bisnisindonesia.id.
Ilustrasi pinjaman online. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Ilustrasi pinjaman online. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan main baru terkait financial technology atau fintech, khususnya klaster peer-to-peer (P2P) lending. Atas aturan tersebut, segelintir penyelenggara fintech lending masih kesulitan memenuhi aturan tersebut. 

Kondisi tersebut diakui oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Meskipun secara prinsip, industri menyambut positif penerbitan POJK No. 10/2022 sebagai pengganti POJK No. 77/2016, dengan harapan membawa industri P2P lending di Indonesia menjadi lebih dewasa.

Ulasan soal curhatan pinjol ini menjadi berita pilihan yang diulas secara komprehensif di Bisnisindonesia.id. Selain berita tersebut, beberapa isu lainnya ikut diangkat yakni lonjakan harga minyak AS, potensi pajak kendaraan, hingga dorongan pemerintah terhadap ekosistem kendaraan listrik. 

1. 'Curhatan' Kesulitan Pinjol Ikuti Aturan Main Baru Fintech

Asosiasi fintech menyoroti sejumlah aturan main baru sektor tersebut. Salah satunya seperti anggota direksi yang merupakan warga negara asing wajib memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan sertifikasi Bahasa Indonesia paling lambat satu tahun sejak tanggal persetujuan sebagai direksi oleh OJK.

Beberapa aturan lainnya seperti tidak mengizinkan pinjol untuk memberikan pinjaman dominan atau super lender dalam suatu platform P2P lending. Kondisi ini akan berdampak bagi platform yang selama ini mengandalkan super lender untuk meraup cuan. 

aturan baru tersebut mewajibkan batas pendanaan super lender maksimal 25 persen dari posisi pendanaan setiap akhir bulan. Namun, lender institusi berlisensi lembaga keuangan di bawah pengawasan OJK bisa mengambil porsi hingga 75 persen dari total pendanaan suatu platform setiap bulan.

2. Lonjakan Harga Minyak AS, Eksportir Indonesia Pasang Kuda-Kuda

Kalangan pengusaha atau eksportir asal Indonesia dikabarkan mulai bersiap menghadapi dampak kenaikan harga BBM di Amerika Serikat.  Lonjakan harga bahan bakar minyak di AS dikhawatirkan memberi efek domino kepada para pengusaha atau eksportir dari Indonesia.

Situasi AS dinilai akan memicu eksportir mengurangi kapasitas produksi serta membeli bahan baku. Lonjakan harga BBM di AS terjadi seiring ledakan inflasi yang mencapai 9,1 persen pada Juni 2022. Di Arizona, misalnya, harga BBM meningkat dua kali lipat dari semula di bawah US$3 per galon menjadi US$5-6 per galon.

Menurut pengamat, inflasi yang terlalu tinggi dan persisten di Amerika berpotensi mempengaruhi kebijakan negara-negara maju untuk menaikkan suku bunga. 

Apalagi, bank sentral AS atau The Fed membuka peluang menaikkan tingkat suku bunga acuan sampai 75 basis poin.  Situasi tersebut diperkirakan bakal memicu eksodus modal asing dan melemahkan kurs rupiah. Seberapa berpengaruh kondisi ini terhadap Indonesia? 

 

3. Kala Pengembang Tetap Tolak Merger BSI dan UUS BTN

Rencana akuisisi PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk (BRIS) ke Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) masih menuai penolakan di kalangan pengembang properti. 

Asosiasi pengembang menilai rencana akuisisi BSI dan UUS BTN (BTN Syariah) ini akan berdampak pada penyaluran pembiayaan perumahan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pasalnya, pencaplokan UUS BTN ini bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang lama. 

Penolakan akuisisi ini bukanlah tanpa dasar. Kegelisahan pengembang timbul ketika isu merger atau akuisisi UUS BTN oleh BSI. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi merupakan penopang utama bisnis BTN, baik induk usaha maupun UUS-nya. 

Bank BTN untuk unit syariahnya masih menguasai pasar dimana market share-nya sebesar 11,29 persen, sedangkan BSI hanya mampu menguasai 3,21 persen. Hal ini menunjukkan BTN masih unggul menguasai pasar dan lebih unggul dibandingkan dengan BSI. 

 

4. Single Data Jadi Jurus Tangkap Potensi Pajak Kendaraan Rp100 T

Eko (37) bergegas menuju kios foto kopi di kantor Samsat Jakarta Utara dan Pusat pada Kamis (22/7/2022) siang, pukul 12.10 WIB. Dia harus segera menyelesaikan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) sebelum jam istirahat kantornya habis.

Dengan membayar Rp5.000, Eko mendapatkan seperangkat dokumen untuk diserahkan ke loket pembayaran. Sambil berjalan, dia membuka dompetnya untuk memastikan jumlah uangnya lebih dari Rp500.000.

Hal itu dia lakukan lantaran Eko sadar betul dia harus membayar denda untuk keterlambatan membayar PKB karena sudah hampir 2 tahun dia menelantarkan kewajibannya. 

Maklum, aktivitas di kantornya yang sibuk sering kali membuatnya terlupa. Selain itu, sepeda motor bukanlah kendaraan utamanya karena hanya digunakan untuk jarak dekat saja.

Kasus seperti Eko ini mungkin sudah ada ribuan di negara ini. Berdasarkan data dari Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2020 mencapai 110.445.615 unit. Dari jumlah kendaraan tersebut yang membayar PKB baru mencapai 63.957.243 unit atau setara 58 persen.

Adapun data dari PT Jasa Raharja (Persero), seperti diungkapkan Direktur Utama Rivan A. Purwantoro, menyebutkan terdapat 40 juta unit kendaraan atau 39 persen dari total kendaraan belum membayar PKB. Sejauh mana pemerintah menangkap potensi pajak kendaraan? 

 

5. Dorongan Kuat PLN-ESDM Bangun Ekosistem Kendaraan Listrik

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tetap berkomitmen mendorong upaya percepatan peralihan penggunaan energi dari bahan bakar berbasis fosil ke energi bersih, salah satunya dengan mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.

Harapannya, ketergantungan terhadap konsumsi bahan bakar minyak di sektor transportasi dapat berkurang sehingga bisa menghemat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) ke depannya.

Terlebih, menurut catatan PLN, impor BBM belakangan ini mencapai US$2,5 miliar di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia.

Sejalan dengan itu, perseroan akan terus menambah jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia untuk mempermudah masyarakat mengisi kendaraan listriknya. Sejauh ini, perusahaan listrik pelat merah itu telah membangun 139 unit SPKLU di berbagai wilayah di Tanah Air.

Jumlah SPKLU ini bakal terus meningkat setiap tahunnya hingga 2031 nanti menjadi 31.866 unit. Seluruh SPKLU tersebut diproyeksikan melayani 327.681 unit kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper