3 Alasan Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Diperlukan
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengungkapkan sedikitnya ada tiga hal yang menjadi pertimbangan bahwa perpanjangan masa restrukturisasi kredit Covid-19 diperlukan.
Pertama, Piter mengatakan bahwa restrukturisasi kredit dibutuhkan pada masa-masa krisis dan juga pada masa pemulihan ekonomi. Menurutnya, saat ini masa krisis sudah mampu dilewati Indonesia, tetapi ekonomi belum sepenuhnya pulih dan masih dibayangi ketidakpastian global.
“Oleh karena itu untuk mendukung pemulihan ekonomi dan juga berjaga-jaga menghadapi ketidakpastian global, memang sebaiknya kelonggaran restrukturisasi kredit diperpanjang hingga 2024,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (17/8/2022).
Kedua, kata Piter, yang diuntungkan dari perpanjangan masa restrukturisasi kredit adalah perekonomian nasional karena memberikan ruang pemulihan yang lebih panjang dalam rangka berjaga-jaga terhadap ketidakpastian global.
Ketiga, dia menambahkan bahwa perekonomian sudah benar-benar pulih dan ancaman krisis dari ketidakpastian global mereda, tidak ada lagi kebutuhan untuk memperpanjang masa restrukturisasi kredit Covid-19.
“Perlu dicatat, yang diperpanjang adalah kebijakan kelonggarannya. Restrukturisasi kredit sendiri adalah program yang sudah ada sejak lama dan selanjutnya akan tetap ada,” tuturnya.
Sedianya, kebijakan restrukturisasi kredit di industri perbankan akan berakhir pada Maret 2023. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tren restrukturisasi kredit terus menyusut.
Berdasarkan data OJK, posisi kredit restrukturisasi Covid-19 pada Juni tercatat Rp576,17 triliun, lebih rendah dari outstanding bulan sebelumnya Rp596,25 triliun. Jumlah debitur restrukturisasi juga turun dari 3,13 juta pada Mei menjadi 2,99 juta debitur per Juni 2022.
Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan menunjukkan pertumbuhan sejalan dengan peningkatan perekonomian domestik. Penyaluran kredit perbankan pada Juni tumbuh 10,66 persen year-on-year (yoy), didorong pertumbuhan kredit korporasi dan konsumsi.
Mayoritas sektor utama kredit meningkat dengan pertumbuhan terbesar pada sektor manufaktur sebesar 38,3 persen secara bulanan dan sektor pertambangan sebesar 23,5 persen.