Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Plus-Minus Crowdfunding Berbasis Ekuitas Buat Pendanaan Proyek IKN

Beberapa pihak menekankan bahwa mekanisme urun dana yang tepat merupakan jenis penyertaan ekuitas (equity based) untuk proyek-proyek produktif.
Ilustrasi skema investasi crowdfunding/Freepik.com
Ilustrasi skema investasi crowdfunding/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Potensi pemanfaatan mekanisme urun dana alias crowdfunding sebagai sumber pendanaan alternatif pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) disebut bakal memberikan citra positif buat pemerintah.

Sebagai informasi, aturan turunan dari Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 tahun 2022 terkait pendanaan IKN membuka mekanisme tersebut dalam lingkup pembiayaan kreatif.

Akan tetapi, dalam konteks ini, beberapa pihak menekankan bahwa mekanisme urun dana yang tepat merupakan jenis penyertaan ekuitas (equity based) untuk proyek-proyek produktif, bukan urun dana berbasis donasi dalam rangka pembangunan.

Wakil Ketua Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) sekaligus bos salah satu platform teknologi finansial urun dana (securities crowdfunding/SCF) PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare) Heinrich Vincent pun mengamini hal tersebut.

"Bizhare sempat terlibat sebagai narasumber riset mengenai bagaimana potensi pemanfaatan platform SCF terhadap Ibu Kota Negara. Kami antusias, karena kami memang bisa mengakomodasi penggalangan dana proyek-proyek dalam Ibu Kota Negara yang bisa memberikan keuntungan buat masyarakat," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/8/2022).

Vincent melihat bahwa proyek-proyek produktif terkait IKN berpotensi menarik minat masyarakat, terutama lebih dari 123.000 orang yang saat ini tercatat telah menjadi pemodal aktif di industri SCF, dan terbiasa berinvestasi terhadap berbagai proyek besutan UMKM.

Menurutnya, hal ini juga bisa memberikan citra positif buat pemerintah, sebab membuktikan bahwa IKN bukan hanya proyek investasi para elit semata. Mekanisme urun dana, lanjutnya, akan mencerminkan adanya keterbukaan pemerintah untuk melibatkan investor ritel dalam pembangunan.

"Ini bisa menjadi cara masyarakat ikut berpartisipasi membangun Ibu Kota baru. Tapi perlu diingat, ini bukan urun dana yang donasi, ya, tapi yang investasi, yang untung bareng bersama masyarakat. Jadi masyarakat selaku pemodal juga mendapatkan timbal balik dari investasinya," tambahnya.

Sekadar informasi, industri tekfin urun dana atau sebelumnya disebut equity crowdfunding (ECF) merupakan industri tekfin paling muda yang telah mendapat aturan resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tekfin SCF merupakan industri yang khusus melayani dua mekanisme urun dana, yaitu berbasis ekuitas (kepemilikan saham) dan berbasis utang (obligasi atau sukuk) dari para UMKM yang disebut 'penerbit'. Platform kemudian akan mempertemukan mereka dengan para investor ritel alias 'pemodal'.

Alhasil, tekfin SCF berbeda dengan urun dana berbasis donasi, di mana pendonor tidak mendapat imbalan apa pun. Berbeda pula dengan urun dana yang menggunakan konsep reward based, atau hanya memberikan imbalan berupa barang, jasa, atau hak eksklusif tertentu terkait proyek penerbit.

Saat ini industri SCF diramaikan oleh 11 platform berizin OJK. Penggalangan dana dari setiap platform dikhususkan untuk proyek-proyek produktif, seperti bisnis ritel, waralaba, FB, kos-kosan, sampai proyek-proyek kreatif yang berpotensi memberikan keuntungan buat pemodal.

Peneliti Ekonomi Digital, Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nika Pranata menjelaskan hal serupa terkait potensi pemanfaatan mekanisme urun dana untuk pembangunan IKN, terutama untuk proyek-proyek tertentu yang bersifat produktif.

"Kalau mau membuka crowdfunding untuk proyek IKN, memang yang paling memungkinkan itu dibatasi buat proyek yang ada unsur bisnisnya. Masyarakat bisa ikut menjadi pemilik di bisnis tersebut. Karena kalau berbasis utang, pemerintah sudah punya instrumen obligasi ritel atau sukuk ritel, yang sebenarnya konsepnya sama saja, memungkinkan masyarakat luas untuk terlibat," ujarnya kepada Bisnis.

Adapun, Nika menekankan bahwa urun dana yang hanya berbasis donasi memang kurang tepat, karena potensi minimnya animo masyarakat, seiring tidak adanya imbalan apa pun atas dana yang mereka gelontorkan.

"Kalau cuma donasi, banyak masyarakat pasti berpikir, sudah bayar pajak segala macam, masa diminta patungan juga buat pembangunan. Jadi minatnya pasti minim. Karena di luar negeri pun, proyek crowdfunding sukarela untuk pembangunan itu paling besar hanya untuk taman atau fasilitas publik tertentu saja, tidak ada yang sebesar pembangunan kota," tambahnya.

Oleh sebab itu, hal ini juga sekaligus menjadi tantangan dalam pemanfaatan mekanisme urun dana produktif terkait IKN. Pertama, Nika melihat belum tentu ada proyek terkait IKN yang bisa secara langsung memberikan keuntungan atau imbal hasil dalam jangka pendek-menengah kepada investor ritel.

Kedua, apabila ada proyek yang sesuai pun, belum tentu besaran imbal hasil yang ditawarkan akan menarik investor ritel. Menurutnya, prospek IKN sebagai suatu kota baru belum tentu sesuai ekspektasi, sehingga akan ada kecenderungan investor ritel lebih memilih proyek-proyek produktif yang berlokasi di Jawa dan sudah jelas prospeknya.

Ketiga, Nika melihat entitas terkait proyek-proyek IKN bersangkutan belum tentu mampu memberikan mekanisme pelaporan yang ideal sesuai ekspektasi dan tekanan masyarakat selaku investor ritel.

"Mekanisme menghadirkan transparansi dalam konteks urun dana itu sangat rumit, ada laporan berkala, proyeksi keuntungannya seperti apa, dan lain sebagainya. Lagipula, proyek terkait IKN itu tidak mungkin mengakomodasi pengembalian jangka pendek, pasti jangka menengah-panjang. Sementara investor ritel cenderung mengharapkan ada imbal hasil instan," jelas Nika.

Keempat, saat ini setiap proyek urun dana dalam tekfin securities crowdfunding hanya bisa mengakomodasi nominal penggalangan dana maksimal Rp10 miliar. Oleh sebab itu, proyek yang bisa ditawarkan kepada investor ritel pun akan sangat terbatas.

"Alhasil, kalau urun dana ini akan dicoba pemerintah sebagai ajang untuk melibatkan masyarakat dalam proyek-proyek tertentu terkait IKN, sebenarnya bisa. Tapi bukan menjadi sumber utama. Terlebih, investor ritel itu orientasinya ada dua, yaitu keamanan atau keberlanjutan proyek, serta bagaimana imbal hasilnya dibandingkan dengan instrumen investasi konvensional. Apakah proyek terkait IKN bisa mengakomodasi dua hal tersebut?" tutup Nika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper