Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Tembus Rp15.500, Gubernur BI Bandingkan dengan India, Malaysia, dan Thailand

Nilai tukar Rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Minggu (9/10/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Minggu (9/10/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi sebesar 8,03 persen (year-to-date/ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Namun demikian, ini relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya seperti India, Malaysia, dan Thailand.

Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil RDG Bulanan Bulan November 2022, Kamis (17/11/2022).

“Nilai tukar Rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya,” kata Perry.

Adapun depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang di Asia tercatat sebesar 10,42 persen di India, Malaysia 11,75 persen, dan Thailand 12,55 persen.

Dalam perdagangan sore ini, (17/11/2022) rupiah bertengger pada level Rp15.662 per dolar. Melemah 63 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp15.599. 

Perry menuturkan, depresiasi tersebut sejalan dengan menguatkan mata uang dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara. Bank sentral AS sendiri merespons tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global dengan menaikkan bunga acuan dengan agresif.

Sementara itu, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai tertinggi 114,76 pada tanggal 28 September 2022 dan tercatat 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau mengalami penguatan sebesar 18,10 persen (ytd) selama tahun 2022.

Untuk itu, lanjut Perry, BI kedepannya akan terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

“[Ini] sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper