Bisnis.com, JAKARTA – PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (TUGU) mencatatkan kontraksi laba setelah pajak dalam periode semester I/2025.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan dalam keterbukaan informasi, laba setelah pajak TUGU mengalami koreksi 43,28% year on year (YoY) menjadi Rp230,92 miliar.
Bila dibedah, jumlah premi bruto sebenarnya meningkat 8,63% YoY menjadi Rp3,78 triliun. Namun, premi yang dibayarkan kepada reasuransi juga meningkat 19,10% YoY menjadi Rp3,01 triliun. Alhasil, jumlah premi neto TUGU terkontraksi 19,24% YoY menjadi Rp767,50 miliar.
Sedangkan, jumlah beban klaim TUGU dalam paruh pertama 2025 ini terkoreksi 23,89% YoY menjadi Rp207,35 miliar. Sedangkan jumlah beban usaha meningkat 12,73% YoY menjadi Rp248,82 miliar.
Sementara itu, jumlah pendapatan underwriting juga mengalami koreksi 30,45% YoY menjadi Rp620,74 miliar, sedangkan jumlah beban underwriting terpangkas 23,52% YoY menjadi Rp275,70 miliar. Dalam periode ini, TUGU mencatatkan hasil underwriting sebesar Rp345,03 miliar, tergerus 35,14% YoY.
Ekuitas perusahaan hingga Juni 2025 tercatat sebesar Rp5,80 triliun, turun 11,29% YoY. Sebaliknya, liabilitas perusahaan tumbuh 22,30% YoY menjadi Rp15,32 triliun.
Baca Juga
Dengan demikian, aset perusahaan selama enam bulan pertama 2025 tercatat sebesar Rp21,12 triliun, tumbuh 10,78% YoY. Aset tersebut terdiri dari aset jumlah investasi sebesar Rp6,54 triliun atau turun 7,19% YoY dan aset bukan investasi sebesar Rp14,58 triliun atau tumbuh 21,32% YoY.
Bila dibedah, beberapa portofolio investasi TUGU terbesar adalah pada penempatan Surat Berharga Negara yang diterbitkan Negara Indonesia sebesar Rp3,29 triliun atau tumbuh 12,54% YoY, selanjutnya deposito berjangka sebesar Rp768,54 miliar atau terkoreksi 21,73% YoY.
Dalam periode ini, penempatan investasi TUGU dalam saham mencapai Rp135,17 miliar, atau tumbuh 50,19% YoY.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Layanan Korporat Tugu Insurance, Emil Hakim, menjelaskan bahwa strategi penempatan intrumen investasi perusahaan untuk tahun ini akan tetap difokuskan pada SBN dan obligasi.
Untuk SBN, Emil mengungkapkan bahwa perusahaan menggunakan surat utang pemerintah dengan tenor lima tahun. Menurutnya, total return dari surat utang tersebut masih berada di atas rata-rata benchmark.
Tugu Insurance memilih menghindari volatilitas pasar yang diperkirakan akan meningkat, terutama setelah aturan PSAK 109 berlaku penuh mulai 2025. Aturan ini akan membuat seluruh volatilitas instrumen keuangan, termasuk obligasi, langsung tercermin dalam laporan laba rugi.
Meski demikian, Emil menekankan bahwa dampak terbesar dari aturan ini akan terasa pada instrumen saham. Namun, Tugu Insurance tetap mempertahankan sebagian investasi di saham, meskipun porsinya tidak besar. Emil menjelaskan bahwa perusahaan mengurangi eksposur di saham karena volatilitas yang cukup tinggi.
“Makanya kan kami mengurangi di saham sebenarnya. Tapi bukan berarti kita pull out semua. Karena kan kita masih melihat potensi saham itu masih ada karena harga masih murah,” ungkapnya.