Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menanti Gebrakan BSI (BRIS) Setelah Rights Issue

Dana hasil aksi korporasi BRIS disebut mampu menambah bahan bakar perseroan untuk berekspansi, terutama dari sisi pembiayaan.
Logo PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) di kantor pusat yang berada di Jakarta. /Bloomberg-Dimas Ardian
Logo PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) di kantor pusat yang berada di Jakarta. /Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI saat ini tengah menjalankan aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue. Dana hasil rights issue itu dinilai mampu menjadi bahan bakar perseroan untuk menggenjot pembiayaannya tahun depan.

Rights issue BSI efektif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan dilaksanakan pada 19 – 23 Desember 2022. Dalam prospektus yang dibagikan di Bursa Efek Indonesia, perseroan menerbitkan sebanyak-banyaknya 4,99 miliar saham seri B dengan harga pelaksanaan Rp1.000 per saham. Dengan demikian, BRIS bakal menyerap dana sebanyak-banyaknya Rp4,99 triliun.

Peneliti ekonomi syariah dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan bahwa dana hasil aksi korporasi itu mampu menambah bahan bakar perseroan untuk berekspansi, terutama dari sisi pembiayaan. Sebab, dengan penambahan modal, ruang gerak perseroan menjadi semakin leluasa.

Menurutnya, apabila bank memiliki modal yang kecil, maka ruang gerak inovasinya terbatas. "Ruang gerak produk yang bisa ditawarkan jadi terbatas,” katanya dalam keterangan tertulis pada Rabu (21/12/2022).

Ekspansi pembiayaan itu juga potensial karena permintaan kredit untuk bank syariah terbilang besar. Selain itu, bonus demografi usia produktif, likuiditas golongan menengah ke atas, dan gaya hidup halal akan menjadi stimulus positif bagi kinerja bank syariah.

Apalagi, pasar yang belum tergarap perbankan syariah masih besar. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), inklusi keuangan syariah baru mencapai 12,12 persen pada 2022.

“Dari sisi supply, BSI sebagai bank syariah terbesar juga semakin agresif memasarkan produk dan jasa perbankannya,” ujar Fauziah.

Selain potensi pasar, BSI juga mempunyai potensi dari sisi aset dan jaringan. Hingga September 2022, bank hasil gabungan dari PT Bank Mandiri Syariah, PT BNI Syariah, dan PT BRI Syariah ini memiliki total aset senilai Rp280 triliun, jauh di atas bank syariah lainnya.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga mengatakan bahwa potensi bank syariah untuk menggenjot pembiayaannya pada 2022 terbuka lebar. Menurutnya, bank syariah tidak akan banyak terdampak oleh resesi global.

Dengan kondisi tersebut, Piter memprediksi permintaan terhadap pembiayaan bank syariah akan tumbuh secara berkelanjutan pada tahun depan. “Seharusnya bank-bank syariah mampu memacu pertumbuhan kreditnya lebih tinggi,” ujarnya.

Apalagi, menurut data Bank Indonesia, pembiayaan bank syariah telah menunjukkan tren pertumbuhan pesat pada tahun ini di atas bank umum secara keseluruhan. Pembiayaan bank syariah tumbuh 19,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) hingga September 2022, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan 11,0 persen yoy pada periode yang sama.

Sementara, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan bahwa dari sisi prospek saham, rights issue emiten bank berkode BRIS ini dipandang akan berdampak positif karema ditopang oleh beberapa faktor.

Menurutnya, jika mengacu Price to Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV), saham BRIS dinilai sangat under valued dibandingkan dengan perusahan pada sektor perbankan syariah lainnya. Selain itu kinerja laporan keuangan BRIS terbilang kuat.

"Mereka bisa ride the positive sentiment. Sesuai technical analysis juga BRIS kelihatan siap untuk rebound. Jadi menurut saya semua catalyst yang berdampak terhadap saham BRIS adalah positif," kata Arjun kepada Bisnis pada Selasa (13/12/2022).

Di samping itu, prospek saham BRIS juga disokong oleh proyeksi berlanjutnya pertumbuhan laba bersih dan kinerja keuangan seiring dengan outlook positif industri perbankan.

"Kalau kita lihat juga BRIS sedang mulai fokus terhadap social investing and corporate social responsibility investing yang berarti mampu membuat impak terhadap perusahaan lain terutama small and medium size businesses," tambah Arjun.

BSI sendiri telah membukukan pertumbuhan laba bersih 42 persen yoy pada kuartal III/2022 menjadi Rp3,21 triliun. Dari sisi pembiayaan, BSI berhasil membukukan pertumbuhan 22,35 persen yoy menjadi Rp199,82 triliun per kuartal III/2022 dibandingkan Rp163,31 triliun pada kuartal III/2021.

Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), BSI mencatatkan kenaikan 11,86 persen menjadi Rp245,18 triliun. Pertumbuhan DPK ini terdorong oleh pertumbuhan tabungan wadiah yang naik 34,04 persen.

Sebelumnya, Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan bahwa penggunaan dana rights issue akan dilakukan untuk mendorong ekspansi bisnis perusahaan. Upaya ini seiring tingginya target pembiayaan, sekaligus meningkatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR).

Sedangkan, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa rights issue BRIS bertujuan memenuhi aturan free float atau saham publik dan ekspansi bisnis perseroan. Sebagaimana diketahui, batas minimal saham publik yang beredar adalah 7,5 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper