Bisnis.com, JAKARTA — PT. Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) alias BSI mencatat kenaikan pembiayaan kendaraan listrik atau electronic vehicle (EV) per Juni 2025 sebesar 64,88% secara tahunan (year on year/YoY).
Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna mengatakan pertumbuhan tersebut didorong dua faktor pendukung utama. Pertama, berbagai dukungan insentif regulator di antaranya stimulus PPN dari pemerintah. Kedua, kesadaran masyarakat akan penggunaan kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Hal tersebut, kata Anton, mengatrol permintaan masyarakat terhadap pengajuan pembiayaan BSI OTO. Tercatat hingga Juni 2025, BSI menyalurkan pembiayaan terhadap pembelian sekitar 500 unit kendaraan listrik oleh nasabah.
“Hal ini juga sejalan dengan komitmen perseroan dalam menyalurkan pembiayaan syariah yang sehat dan bisa diadopsi oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Anton dalam keterangan resmi, Jumat (1/8/2025).
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendukung perbankan dalam hal penyaluran pembiayaan hijau berkelanjutan termasuk ke pasar kendaraan listrik. Bahkan BI memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit ke 42 sektor prioritas termasuk sektor hijau.
Sedangkan OJK menerbitkan insentif di sejumlah sektor keuangan, salah satunya bertujuan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Baca Juga
Adapun, pangsa pasar kendaraan listrik di kawasan Asia Tenggara diperkirakan bakal menembus 30% dari seluruh penjualan berbagai jenis kendaraan pada 2030. Meski, proyeksi ini masih berada di bawah ekspektasi dari pemerintah di wilayah ini.
Laporan terbaru Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) menyampaikan proyeksi itu didasarkan dari kebijakan kendaraan listrik di negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara.
Laporan yang dipublikasikan pada Rabu (14/5/2025) tersebut mengungkapkan bahwa proyeksi itu didasarkan dari kebijakan kendaraan listrik di negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara.
Menurut laporan tersebut, Indonesia sebagai pasar mobil kedua terbesar di kawasan ini telah memperkenalkan serangkaian kebijakan yang cukup efektif untuk memenuhi target adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang ambisius.
Salah satu insentif utama yang memberikan impak yang cukup baik adalah pengenalan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan EV di pasar domestik pada April 2023. Kebijakan ini pun terus berlanjut hingga 2025.
Selain itu, laporan ini juga mengungkap bahwa Indonesia juga menerapkan kebijakan manufaktur dan perdagangan EV saat ini dengan memberikan pembebasan bea masuk (BM) untuk kendaraan listik yang dibuat oleh produsen yang berkomitmen untuk membangun fasilitas manufaktur dalam negeri pada 2026.
Laporan IEA itu juga menunjukkan bahwa berdasarkan kebijakan yang ada, pangsa penjualan mobil listrik khusus untuk pasar Indonesia akan mencapai 25% pada 2030. Angka ini naik dari perkiraan pangsa pasar EV di Indonesia yang hanya 9% pada tahun ini.
Dengan kata lain, akan ada hampir 1 juta mobil listrik yang beredar di Indonesia pada 2030 apabila mengacu pada skenario kebijakan negara (Stated Policies Scenario/STEPS). Akan tetapi, angka ini masih jauh berada di bawah target Pemerintah Indonesia yang mematok mobil berbasis setrum sebanyak 2 juta unit pada 2030.