Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingati pelaku industri perbankan untuk mewaspadai risiko kredit di sektor manufaktur dan komoditas. Hal ini sejalan dengan adanya ancaman perlambatan ekonomi global pada 2023.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) Daniel Budirahayu mengatakan industri perbankan harus tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit secara umum, dan tidak hanya terbatas pada dua sektor tersebut.
“Saya setuju dengan peringatan OJK untuk ekstra hati-hati menyalurkan kredit, bukan hanya ke manufaktur dan tekstil tetapi secara umum. Perbankan harus waspada dengan situasi ekonomi dunia,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (21/12/2022).
Kendati dibayangi ancaman resesi pada tahun depan, Daniel menilai masih beberapa sektor industri yang memiliki resiliensi dan mampu mengungkit pertumbuhan kredit ke depan. Di antaranya sektor perdagangan khususnya consumer goods dan pertambangan.
Sampai dengan kuartal III/2022, Bank Ina Perdana mencatatkan portofolio kredit mencapai Rp8,64 triliun. Jumlah ini naik signifikan dibandingkan posisi akhir 2021, yakni Rp3,7 triliun. Adapun aset dari emiten berkode saham BINA ini telah mencapai Rp20,30 triliun.
Dihubungi terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja sependapat dengan OJK untuk meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke sektor manufaktur. “Dan untuk yang sudah ada kami jaga untuk modal kerja mereka,” kata Jahja.
Baca Juga
Emiten bersandi BBCA ini pada kuartal III/2022 membukukan realisasi kredit secara bank only sebesar Rp662,7 triliun atau meningkat 12,1 persen secara year-on-year (yoy). Dari jumlah tersebut, sebanyak 23,3 persen mengalir ke sektor manufaktur.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa industri jasa keuangan perlu mewaspadai perkembangan global yang diperkirakan mengalami pelemahan ekonomi. Oleh karena itu, otoritas telah menyiapkan sejumlah strategi sebagai langkah mitigasi.
“Dalam menghadapi situasi tersebut, tentunya kami sudah menyiapkan sejumlah strategi, salah satunya adalah melakukan pengawalan pada sektor komoditas dan industri tertentu,” tuturnya.
Menurut dia, perlambatan ekonomi yang terjadi di tingkat global menimbulkan kerawanan bagi sektor komoditas ataupun industri tertentu. Oleh sebab itu, eksposur kredit perbankan yang menyasar dua sektor tersebut perlu dikawal dengan baik.
Sementara itu, untuk dalam negeri, Mahendra menuturkan bahwa beberapa pasar ekspor mengalami pelemahan pasar. Semisal, industri manufaktur seperti tekstil dan alas kaki. Sektor ini dinilai perlu diberikan ruang perpanjangan restrukturisasi hingga satu tahun.