Bisnis.com, JAKARTA — Tren konsolidasi perbankan masih akan marak tahun depan. Sementara itu, ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi bank yang menjalankan aksi konsolidasi seperti merger dan akuisisi.
Sebagaimana diketahui, tahun ini sejumlah bank menjalankan aksi konsolidasi terdorong oleh ketentuan pemenuhan modal inti Rp3 triliun dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum mewajibkan bank memiliki modal inti minimum Rp3 triliun hingga 31 Desember 2022.
Pada tahun depan giliran bank pembangunan daerah (BPD) untuk memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun. Konsolidasi melalui kelompok usaha bank (KUB) menjadi opsi paling rasional bagi BPD yang kesulitan untuk mendapat tambahan dana segar dari pemilik.
Dalam tujuan mempertebal modalnya itu, bank pun gencar menjalankan aksi konsolidasi. PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) yang telah resmi berganti nama menjadi PT Krom Bank Indonesia Tbk. misalnya diakuisisi oleh PT Finacel Teknologi Indonesia atau Kredivo.
Krom Bank menerbitkan saham baru atau rights issue dalam upaya memenuhi modal inti. Kredivo, dalam aksi korporasi tersebut, menjadi pembeli siaga.
PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) juga telah dikendalikan oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia. Dalam memenuhi ketentuan modal inti, BBYB menjalankan rights issue.
Baca Juga
Kemudian, ada PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA) yang belum memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun, dibeli oleh PT Takjub Financial Teknologi (Ajaib Sekuritas).
Selain aksi korporasi seperti itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan ada dua bank yang menjalankan merger untuk memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun. "[Merger] itu sudah dimulai prosesnya tahun ini," katanya kepada Bisnis pada Rabu (28/12/2022).
Dian tidak menyebutkan nama dari bank yang merger itu. Hanya saja, menurutnya merger merupakan pilihan perbankan yang baik dalam menjalankan strategic partnership.
Sementara itu, tren aksi konsolidasi masih akan ramai tahun depan. "Selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK saya menyambut baik bank-bank umum untuk terus melakukan konsolidasi guna meningkatkan modal dan kinerja dalam rangka menghadapi prospek serta tantangan perkonomian Indonesia," kata Dian.
Ke depan, OJK memang mendorong konsolidasi bank agar terjadi efisiensi di industri. OJK juga akan melakukan riset atau tes kebutuhan ekonomi mengenai efisiensi bank di Indonesia.
"Karena ekspektasi kami [OJK] ketentuan konsolidasi ini bukan semata-mata menaikkan modal tapi untuk memperkuat kemampuan bank untuk ekspansi dan bertahan terhadap ancaman ekonomi domestik maupun global," ujar Dian.
Akan tetapi ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi bank dalam menjalankan aksi konsolidasi itu tahun depan. Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bahwa dengan konsolidasi, bank harus mampu menjaga risiko kredit macet (nonperforming loan/NPL) dan likuiditasnya secara bersama-sama.
Bank yang menjalankan aksi konsolidasi juga perlu menjaga rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Kemudian, ada kemungkinan peningkatan biaya lain-lain dari aksi konsolidasi.
"Penting juga menyamakan budaya kerja dan SDM yang nantinya akan bekerja di bank hasil konsolidasi, karena biasanya akan ada rasionalisasi pegawai," ujar Amin.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga mengatakan bahwa tantangan terbesar dari bank yang menjalankan aksi konsolidasi seperti merger adalah ego pemilik. Pasalnya, dengan konsolidasi kepemilikan pasti berubah.
Dalam aksi merger, kata Piter, tantangan yang akan dihadapi adalah menggabungkan dua budaya dan dua sistem yang berbeda. “Penggabungan budaya dipastikan akan membutuhkan proses,” katanya.