Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan melakukan perpanjangan restrukturisasi kredit karena Covid-19 pada tiga segmen, sementara sektor lain akan berakhir pada Maret 2023. Perbankan pun menyiapkan sejumlah strategi memitigasi risiko kredit seiring berakhirnya restrukturisasi.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan mengatakan bahwa berakhirnya restrukturisasi Covid-19 pada Maret 2023 tidak akan terlalu berdampak pada kualitas kredit perseroan. Sebab, saat ini portofolio restrukturisasi di CIMB Niaga pun terus melandai. Hingga saat ini, portofolio restrukturisasi kredit CIMB Niaga ada di bawah 3 persen.
Namun, perseroan tetap melakukan mitigasi risiko kredit pada tahun ini. "Dari sisi pencadangan, kami mengambil langkah yang lebih realistik agar bisa melakukan cover," ujar Lani kepada Bisnis pada Rabu (11/1/2023).
Selain itu, CIMB Niaga melakukan seleksi dalam proses on boarding kredit nasabah untuk area dan industri yang lebih tahan terhadap resiko perubahan ekonomi. "Kuncinya tetap pada proses underwriting yang prudent dan cost of fund [biaya dana] yang bisa tetap menarik," ungkap Lani.
CIMB Niaga sendiri tetap menargetkan pertumbuhan kredit konsumsi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dobel digit pada 2023. Sedangkan, untuk kredit korporasi, perseroan menargetkan pertumbuhan sekitar 5 persen.
Begitu juga dengan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan bahwa outstanding restrukturisasi kredit BCA terus berkurang hingga mencapai Rp68,8 triliun per September 2022.
Baca Juga
Penurunan portofolio restrukturisasi kredit ini telah mendorong penurunan loan at risk (LAR) BCA dari 17,1 persen per September 2021 menjadi 11,7 persen per September 2022.
Adapun nonperforming loan (NPL) coverage dan LAR coverage berada pada level yang solid, masing-masing sebesar 247,9 persen dan 49,9 persen. "Biaya pencadangan akan terus disesuaikan sejalan dengan perkembangan kualitas aset keuangan serta sejalan dengan kondisi ekonomi," kata Hera.
BCA sendiri tetap melakukan mitigasi risiko kredit pada tahun ini. "Kami menyalurkan kredit secara prudent, mengkaji peluang di berbagai sektor, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin," katanya.
BCA juga berkomitmen untuk memberikan penyaluran kredit kepada sektor-sektor potensial dengan mempertimbangkan faktor risk appetite.
Sementara itu, BCA tetap optimis permintaan kredit tahun ini masih akan tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya permintaan modal kerja untuk membiayai kebutuhan operasional bisnis di tengah inflasi yang meningkat.
Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan bahwa saat ini tekanan restrukturisasi terdampak Covid-19 di bank semakin melandai. Kondisi pencadangan BRI juga menurutnya masih memadai tercermin dari NPL coverage bank only pada akhir November 2022 yang mencapai 278,07 persen.
Namun, BRI terus melakukan mitigasi risiko kredit misalnya dengan selective growth yang berfokus pada sektor-sektor potensial dan eksposur minimum, seperti pertanian hingga industri bahan kimia.
Selain itu, BRI menerapkan strategi business follow stimulus dengan memfokuskan pada pertumbuhan berdasarkan stimulus pemerintah. "Ini untuk penguatan pertumbuhan ekonomi domestik," katanya.
BRI juga terus melakukan pengelolaan kualitas aset. "Kami selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah," kata Aestika.
BRI juga menerapkan soft landing strategy dengan terus membentuk cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah.
BRI sendiri menargetkan pertumbuhan kredit dikisaran 9-11 persen yoy pada tahun ini.
PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) juga menyiapkan sejumlah strategi dalam memitigasi risiko kredit tahun ini. Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu mengatakan bahwa perseroan terus melakukan pemantauan debitur-debitur secara lebih lebih intens. "Kami juga meningkatkan pencadangan apabila terjadi worse case scenario," ujar Daniel.
Bank Ina sendiri banyak menyalurkan kredit di sektor perdagangan dan sebagian untuk bahan baku di manufaktur. Selain itu, Bank Ina menyalurkan kredit investasi umumnya pengadaan alat-alat berat untuk pertambangan.
Sebagaimana diketahui, OJK hanya memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024 hanya kepada tiga segmen. Ketiga segmen itu adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil, produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Sedangkan untuk sektor umum, kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 berakhir hingga Maret 2023.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bahwa restrukturisasi bermanfaat banyak bagi perbankan dalam menjaga kualitas kreditnya. Dengan berakhirnya restrukturisasi pada sektor umum, kualitas kredit pun dikhawatirkan akan memburuk.
"Perbankan harus bersiap. NPL di sektor yang sudah tidak lagi direstrukturisasi akan merangkak naik," katanya.
Apalagi, tahun ini perbankan dihantui ancaman resesi global. Menurutnya, saat resesi inflasi akan naik, dia khawatir hal tersebut akan membawa masalah pada kualitas kredit perbankan.
“Saat resesi, NPL akan tinggi, bank juga harus siapkan CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai] yang besar," ujarnya.