Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law Kesehatan Wajibkan Pekerja Terdaftar Seluruh Program BPJS, Ini Kata Manajemen

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyebutkan menunggu keputusan final terkait omnibus law kesehatan yang juga mengatur kepesertaan.
Karyawati melayani nasabah di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek di Jakarta, Senin (28/11/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati melayani nasabah di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek di Jakarta, Senin (28/11/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merespon soal Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan terkait kewajiban pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya. Dalam rancangan aturan terbaru itu disebutkan bahwa pemberi kerja tak boleh mendaftarkan pekerjanya secara bertahap. 

Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin mengatakan pihaknya belum bisa banyak berkomentar terkait aturan tersebut. Dia mengaku memilih untuk menunggu sikap Dewan Perwakilan Rakya (DPR) dan Pemerintah. 

“Kalau terkait RUU [Kesehatan] itu kan inisiatif DPR ya. Tentu kami sebagai badan penyelenggara ya menunggu saja apa sikap DPR dan Pemerintah seperti apa. Saya belum bisa banyak berkomentar, karena belum baca draftnya seperti apa,” tutur Zainudin saat ditemui di Kantor Pusat Pegadaian, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023). 

Zainudi tidak memungkiri bahwa masih banyak perusahaan yang belum patuh untuk mendaftarkan pekerjanya. Bahkan ada yang melaporkan gaji pekerjanya secara tidak utuh, hal tersebut tentunya juga mempengaruhi iuran yang dibayarkan. 

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT, tertulis bahwa iuran JHT bagi peserta PPU atau karyawan adalah sebesar 5,7 persen dari upah. Kewajiban iuran itu terbagi dua, di mana 2 persen dibayar oleh pekerja dan 3,7 persen oleh pemberi kerja, sehingga totalnya menjadi 5,7 persen.

“Sebenernya kalau kami lihat, perusahaan besar menengah sudah bagus. Memang ada yang belum patuh, belum patuh itu misalnya melaporkan pekerjanya enggak semuanya. Melaporkan gajinya enggak utuh,” tutur Zainudin. 

Zainudi menambahkan bahkan untuk sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan informal masih banyak yang belum menjadi peserta. 

“Kalau dulu itu, yang dimaksud Pemerintah ditahapkan untuk [perusahaan] besar menengah wajib semua program. Kalau yang UKM wajib tiga program, yang mikro wajib tiga program, yang lainnya volunter atau sukarela. Kalau nanti seperti apa di RUU Kesehatan itu nanti lihat lagi, saya belum baca,” tandasnya. 

Adapun merujuk pada draf RUU Kesehatan Pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa pemberi kerja atau perusahaan wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Ayat tersebut mengalami perubahan dari UU BPJS yang sebelumnya menyebutkan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelumnya juga ikut mengomentari terkait kepesertaan BPJS. Merujuk draf RUU Kesehatan Pasal 15 ayat (1), dia menilai bahwa kepesertaan BPJS untuk para pekerja memang sebaiknya tidak dilakukan secara bertahap. 

Hal tersebut dilakukan agar para pekerja memiliki kepastian karena sudah terlindungi dan memiliki BPJS.

“Memang sebaiknya jangan bertahap, supaya buruh ada kepastian perlindungan BPJS,” kata Said Iqbal kepada Bisnis. 

Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyoroti ketentuan Pasal 15 ayat (2) yang mengalami perubahan, yakni  apabila pemberi kerja tidak melakukan pendaftaran, maka pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta atas tanggungan pemberi kerja alias perusahaan.

Ristiadi menilai dengan adanya salah satu substansi RUU Kesehatan yang memperbolehkan pekerja mendaftar sendiri sebagai peserta BPJS dan pengusaha yang menanggung beban iuran merupakan kabar baik.

“Kami menyambut baik dan menjadi sebuah harapan bagi pekerja untuk bisa 'memaksa' pengusaha mengikutkan pekerja dalam program BPJS sehingga bisa ter-cover layanan BPJS,” katanya.

Namun demikian, Ristiadi menambahkan bahwa RUU Kesehatan ini juga harus mencabut ketentuan UU BPJS No. 24/2011 yang bertentangan dengan klausul substansi RUU Kesehatan tersebut. 

Dengan demikian, imbuh Rustadi, substansi RUU Kesehatan bisa meningkatkan kapasitas dan ketahanan kesehatan pekerja dan keluarganya yang merupakan bagian dari masyarakat.

“Pasal 15 RUU Kesehatan ini mendorong pekerja memiliki BPJS, karena kenyataannya di lapangan masih banyak pekerja yang belum mendapatkan BPJS. Jadi, pekerja tidak terkunci oleh pengusaha untuk jadi peserta BPJS,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper