Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Rahasia Profitabilitas Bank Milik Chairul Tanjung (MEGA)

Meski secara aset berada di urutan ke-16, laba bersih Bank Mega (MEGA) sepanjang 2022 adalah yang ketujuh terbesar di Indonesia.
Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib dalam paparan publik Bank Mega pada Jumat (24/2/2023). / Bisnis Indonesia - Fahmi Ahmad Burhan
Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib dalam paparan publik Bank Mega pada Jumat (24/2/2023). / Bisnis Indonesia - Fahmi Ahmad Burhan

Bisnis.com, JAKARTA — Laba PT Bank Mega Tbk. (MEGA) terbesar ke-7, meskipun dari sisi aset bank berada di posisi ke-16. Sepanjang 2022, bank milik Chairul Tanjung ini membukukan laba bersih Rp4,05 triliun, naik 1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada 2022.

Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan bahwa capaian laba Bank Mega pada 2022 itu tetap tinggi, mengalahkan bank besar lainnya. "Kami dari sisi aset ada di posisi ke-16, kemudian dari sisi profitabilitas di posisi ke-7," katanya dalam paparan publik pada Jumat (24/2/2023).

Sebagai perbandingan mengacu laporan keuangan, laba bersih Bank Mega memang tercatat mengalahkan sejumlah laba bank-bank besar lainnya di Indonesia. Capaian laba PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) secara konsolidasi misalnya berada di bawah Bank Mega, yakni Rp3,3 triliun pada 2022.

Kemudian, PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) mencetak laba bersih secara konsolidasi Rp3,32 triliun sepanjang 2022.

Sementara itu, Bank Mega sendiri masih kalah dibandingkan raihan laba PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) secara konsolidasi sebesar Rp5,04 triliun sepanjang 2022. Laba Bank Mega juga masih di bawah PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) dengan laba Rp 4,26 triliun. Sebagai informasi CIMB Niaga dan BSI adalah bank dengan aset terbesar ke-7 dan ke-6 di Indonesia. 

Kostaman mengatakan capaian laba Bank Mega itu didorong oleh dua faktor. Pertama, Bank Mega bisa mendongkrak kenaikan net interest income sebesar 21,24 persen yoy menjadi Rp5,87 triliun.

"Kedua, dari sisi biaya, Bank Mega cukup berhasil menahan biaya pada 2022, terlihat dari BOPO [biaya operasional dan pendapatan operasional] Bank Mega yang termasuk terendah di industri perbankan," ujarnya. Bank Mega sendiri mencatatkan BOPO 56,8 persen pada 2022.

Efisiensi itu menurutnya dilakukan pada sejumlah operasional bisnis. "Tidak hanya dari karyawan, tapi banyak otomasi dilakukan," katanya.

Sementara itu, pada rasio profitabilitas dari sisi imbal aset (return on asset/ROA), MEGA mengalami koreksi 22 basis poin (bps) secara yoy menjadi 4 persen dari 4,22 persen pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Kemudian imbal ekuitas (return on equity/ROE) MEGA juga mengalami pelemahan sebesar 34 bps menjadi 23,15 persen hingga Desember 2022, dari 23,49 persen pada Desember 2021.

Target Laba 2023

Bank Mega menargetkan pertumbuhan laba bersih dobel digit pada tahun ini, setelah pada 2022 laba perseroan hanya tumbuh 1 persen yoy.

"Profit after tax [laba setelah pajak] ditargetkan pada 2023 sebesar Rp4,46 triliun," kata Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib dalam paparan publik pada Jumat (24/2/2023). 

Artinya, perseroan menargetkan pertumbuhan laba bersih tumbuh 10,12 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Kostaman sendiri mengatakan Bank Mega mempunyai sejumlah cara dalam mendorong capaian labanya itu. Bank Mega misalnya mendongkrak kenaikan net interest income (NII). Pada 2022, NII tumbuh 21,24 persen yoy menjadi Rp5,87 triliun. 

Kedua, Bank Mega menahan biaya dengan efisiensi. Salah satu cara efisiensi yang dilakukan oleh Bank Mega adalah dengan otomasi pada sejumlah operasional bisnis. "Saat ini 79 persen dari proses bisnis telah diotomasi," katanya.

Bank Mega juga memproyeksikan aset tumbuh 2,1 persen yoy pada 2023 menjadi Rp145 triliun dari capaian tahun lalu Rp142 triliun.

Kemudian, Bank Mega menargetkan pertumbuhan kredit 7,14 persen yoy pada 2023 menjadi Rp76 triliun. 

Seiring dengan pertumbuhan kredit, Bank Mega memperkirakan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) naik pada tahun ini menjadi 1,7 persen dibandingkan posisi tahun lalu 1,2 persen. 

"Ini sebagai bentuk antisipasi berakhirnya fasilitas restrukturisasi Covid-19. Tapi kami tetap berharap bisa capai NPL lebih rendah lagi," ujar Kostaman.

Sementara itu, Direktur Kredit Bank Mega Madi Lazuardi mengatakan perseroan akan menyasar sejumlah pasar kredit yang dinilai prospektif pada 2023. "Sektor properti kami sasar karena beberapa industri properti sudah recovery, walau belum merata. Kemudian sektor pertambangan dan infrastruktur juga kami sasar," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper