Bisnis.com, JAKARTA — Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memurnikan industri penjaminan disambut baik oleh para pelaku, salah satunya PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah (JPAS).
Achmad Rizali, Direktur JPAS, menuturkan bahwa rencana peta jalan OJK untuk memurnikan bisnis penjaminan merupakan harapan bagi industri. Pasalnya, penjaminan dinilai lebih tepat untuk menggerakkan perlindungan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sesuai harapan regulator.
“Dengan pemurnian [industri penjaminan], akan menjadi peluang bagi kami,” kata Rizali di Jakarta, akhir pekan lalu (2/5/2025).
Pemurnian industri penjaminan dinilai perlu dilakukan seiring kelahiran payung hukum yang lebih lambat melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Akibatnya, banyak bidang usaha penjaminan saat ini justru dijalankan oleh perusahaan asuransi umum. Bidang usaha itu meliputi surety bond hingga penjaminan kredit tanpa agunan seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan pemerintah.
Aviantono Yudihariadi, Direktur Keuangan JPAS mengungkapkan peta jalan ini juga memperkuat peluang bisnis perusahaan penjaminan syariah. Menurut dia, saat ini penjaminan syariah tumbuh di atas industri. Dengan pemurnian ini, maka peluangnya menjadi semakin besar.
"Pertumbuhan aset dan kinerja syariah lebih tunggu dari industri [penjaminan] konvensional, namun untuk akselerasi perlu peningkatan inklusi dan literasi," katanya.
Baca Juga
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa industri penjaminan merupakan jembatan bagi sektor UMKM yang feasible namun unbankable agar bisa memperoleh pembiayaan dari perbankan.
Peran industri penjaminan menjawab tiga akses pembiayaan, yaitu availability, ability, dan accessibility.
Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, mengatakan bahwa strategi tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi Jamkrida sebagai lapis pertama dalam skema penjaminan yang diberikan di wilayah masing-masing, lalu didukung oleh perusahaan penjaminan nasional serta penjamin ulang.
“Di dalam ekosistem penjaminan, kami terus mendorong pemurnian peran penjaminan untuk mendukung program-program pemerintah, dengan mengoptimalkan peran Jamkrida sebagai layer pertama untuk penjaminan atas program pemerintah yang diberikan di wilayahnya, didukung oleh perusahaan penjaminan berskala nasional dan penjamin ulang yang saat ini belum ada,” kata Iwan kepada Bisnis pada Kamis (24/5/2025).
Iwan menjelaskan bahwa pada setiap lapisan dalam skema penjaminan, prinsip dasar pengelolaan risiko harus dijalankan secara disiplin. Hal ini mencakup penetapan imbal jasa penjaminan (IJP), kewajiban, serta kebijakan investasi. Penguatan fungsi kelembagaan ini dinilai penting mengingat meningkatnya beban penjaminan pada lembaga seperti Jamkrindo, yang banyak menjamin proyek-proyek pemerintah untuk segmen UMKM, khususnya pelaku usaha mikro yang memiliki akses terbatas ke sektor perbankan.
“Portofolio usaha penjaminan umumnya ditujukan untuk menjamin proyek-proyek pemerintah bagi UMKM, khususnya mikro yang memiliki akses terbatas ke sektor perbankan,” katanya.
Iwan menambahkan bahwa model penjaminan harus didasarkan pada pengelolaan risiko yang memadai, mulai dari penetapan IJP, pengelolaan kewajiban, hingga pengelolaan investasi yang disesuaikan dengan durasi kewajiban serta memperhatikan kualitas aset dan likuiditas.
Terkait kinerja industri, OJK mencatat bahwa per akhir Februari 2025, total aset industri penjaminan mengalami penurunan sebesar 0,30 persen secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp46,59 triliun. Penurunan ini, menurut OJK, lebih disebabkan oleh faktor musiman.