Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Induk Pinjol Akseleran (AKSL) IPO Jelang Akuisisi Leasing, Bisnis Fintech P2P Masih Menarik?

PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk (AKSL) induk usaha pinjol Akseleran tengah bersiap IPO. Perusahaan induk ini juga bersiap akuisisi leasing.
Co Founder & Chief Executive Officer PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia Ivan Nikolas Tambunan. Bisnis/Nurul Hidayat
Co Founder & Chief Executive Officer PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia Ivan Nikolas Tambunan. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana initial public offering (IPO) di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjol akan mendorong pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi, terutama untuk segmen unbanked.

Perusahaan pinjol yang bersiap IPO adalah PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk. (AKSL), induk pinjol Akseleran. Rencananya perusahaan akan mencatatkan saham perdana pada 9 Agustus 2023. Proses book building akan dilaksanakan 3 s/d 18 Juli 2023 mendatang. 

Dalam pengumuman laman e-IPO, induk perusahaan pinjol ini bersiap mencatatkan sahamnya sebanyak 2,98 miliar lembar dengan harga pelaksanaan Rp100 - Rp120. Artinya perusahaan holding ini dapat meraup dana dari IPO maksimal Rp357,6 miliar. 

PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk. (AKSL) sebagai holding memiliki dua anak usaha yakni pinjol Akseleran dan dalam proses akuisisi perusahaan leasing. Dalam pengantar IPO, Akseleran menyebutk akuisisi leasing membuka ruang perusahaan untuk memberikan kredit lebih besar per debitur. Lalu dengan kondisi ini, apakah bisnis pinjol masih menarik?

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan bahwa bisnis fintech P2P lending masih menarik, terutama pasca pandemi. Pasalnya, permintaan kredit khususnya modal kerja dan kredit konsumsi tengah meningkat.

Selain itu, Bhima menyebut bahwa dari segi kualitas pembiayaan juga lebih baik mengingat ekonomi mulai pulih. Imbasnya, kata dia, bisa menekan tingkat gagal bayar pengembalian.

“IPO perusahaan fintech juga bisa diartikan sebagai upaya memperkuat belanja modal di sektor IT, manajemen risiko, hingga edukasi ke calon peminjam,” kata Bhima kepada Bisnis, Minggu (2/7/2023).

Lebih lanjut, Bhima memandang bahwa semakin besar modal fintech, maka akan semakin baik dan akan menjadikan jumlah fintech yang berhasil kuasai pasar lebih sedikit.

“Ini positif bagi kualitas dan pengawasan fintech di bawah OJK,” tandasnya.

Kinerja Akseleran Jelang IPO

Sementara itu dalam presentasi pengantar IPO, AKSL mencatatkan masih mengalami rugi -Rp22,47 miliar hingga akhir 2022. Rugi ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar -Rp30,39 miliar (2021). Sedangkan ditarik lebih panjang dalam lima tahun terakhir rugi AKSL adalah -Rp10,09 (2018), -Rp37,01 (2019), dan -Rp54,71 (2020).

Kerugian juga dicatatkan secara operasi yakni dalam lima tahun terakhir secara berurutan -385,3 persen (2018), -413,8 persen (2019), -299,4 persen (2020), -76,7 persen (2021), dan -31,6 persen (2022).

Meski secara bisnis masih rugi, AKSL mencatatkan peningkatan pertumbuhan EBTDA yakni dari -263 persen (2019), -44 persen (2020), 47 persen (2021), dan 31 persen (2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper