Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Pinjol Kurang, Kebutuhan Pembiayaan UMKM Diproyeksi Capai Rp4.300 Triliun pada 2026

Kebutuhan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diproyeksikan bertumbuh pada 2026 yakni Rp4.300 triliun.
Ilustrasi fintech. /Freepik
Ilustrasi fintech. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat anggotanya telah melakukan penyaluran pinjaman online (pinjol) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar Rp621 triliun pada 2017 - pertengahan 2023. Outstanding pinjaman per Mei 2013 mencapai Rp51 triliun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan bahwa angka tersebut masih jauh dari kebutuhan UMKM di Tanah Air. Kebutuhan pembiayaan UMKM diproyeksikan meningkat menjadi Rp4.300 triliun pada 2026. Hal tersebut berdasarkan hasil riset AFPI dan EY-Parthenon: Studi Pasar dan Advokasi UMKM di Indonesia. Sementara itu, kemampuan suplai hanya sebesar Rp1.900 triliun pada 2026.

“Artinya terdapat selisih Rp2.400 triliun [dari] total kebutuhan pembiayaan sektor UMKM,” kata Sunu dalam acara peluncuran riset AFPI dan EY-Parthenon: Studi Pasar dan Advokasi UMKM di Indonesia di kawasan Jakarta Pusat, akhir pekan lalu (14/7/2023).

Sunu mengatakan bahwa gap tersebut awalnya diperkirakan semakin mengecil, karena pelaku fintech lending melakukan pinjaman kepada sektor undeserved dan underbank. Namun ternyata hasil dari riset menyatakan sebaliknya, gap tersebut justru semakin besar.

Riset juga menemukan kontribusi pembiayaan industri fintech lending pada 2026 diprediksi hanya sebesar 1 persen dari total suplai dan tumbuh dengan laju 0,1 persen. “Jadi kemampuan dari fintech lending untuk industri ini masih kecil,” katanya.

Sunu mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh belum meratanya pembiayaan. Selain itu, masih rendahnya literasi keuangan dan literasi digital di berbagai daerah di indonesia. Serta belum terbentuk ekosistem regulasi dan operasi bagi fintech lending yang mendukung model bisnis dan pangsa pasar mereka.

“Untuk itu perlu ditingkatkan perubahan kebijakan seperti insentif pendanaan yang menarik atau peningkatan limit penyediaan pendanaan platform fintech untuk meningkatkan pasokan pembiayaan,” katanya.

Dengan adanya hasil riset ini, Sunu pun berharap fintech lending diharapkan dapat memainkan peranannya lebih besar. Pasalnya list appetite dan aksesibitlitas platform fintech lending lebih cocok dengan UMKM yakni mudah diakses.

Para penyelenggara fintech lending AFPI dapat menentukan penandaan dengan segmentasi yang telah dipetakan dalam riset. Adapun empat segmentasi baru hasil riset AFPI dan EY beberapa di antaranya:

1. Kelompok bisnis prospektif
Bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki potensi kemampuan perencanaan bisnis.

2. Kelompok kebutuhan dasar
Bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan rendah, menghasilkan potensi risiko pembiayaan yang lebih tinggi.

3. Kelompok bisnis konvensional bertahan
Bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan rendah, hanya berfokus pada mempertahankan kondisi status-quo mereka.

4. Kelompok bisnis unggul
Bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki daya tarik tertinggi dalam hal pendanaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper