Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor China hingga Singapura Serbu Bisnis Leasing di Indonesia

Investor asal China hingga Singapura yang disinyalir bakal meramaikan bisnis leasing di Indonesia. Seberapa besar potensinya?
Ilustrasi leasing kendaraan bermotor./ Dok Freepik
Ilustrasi leasing kendaraan bermotor./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Ramainya investor asing mengakuisisi perusahaan pembiayaan alias leasing Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut. Setelah Korea dan Jepang, kini giliran China hingga Singapura yang disinyalir bakal meramaikan bisnis leasing di Tanah Air.

Aksi akuisisi di industri leasing sejatinya juga telah disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) pekan pertama Juni 2023.

Kala itu, OJK mengumumkan per Mei 2023, sebanyak delapan perusahaan multifinance kecil dan menengah yang sedang dalam proses akuisisi oleh calon investor baru baik dari dalam maupun luar negeri. Pada bulan yang sama, juga terdapat satu perusahaan pembiayaan yang telah diakuisisi oleh investor dari luar negeri.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan bahwa masuknya investor asing ke dalam negeri karena Indonesia memiliki potensi dengan jumlah penduduk yang besar. Begitu pula dengan tingkat suku bunga yang menawarkan imbal hasil (yield) yang menarik.

Perusahaan seperti Korea misalnya, Suwandi menyampaikan bahwa negara dengan julukan Negeri Ginseng itu menjadi salah satu investor yang getol menanamkan investasi di Indonesia.

Saat ini, lanjut Suwandi, terdapat hampir 15 perusahaan joint-venture Korea yang ada di Tanah Air. Sama halnya dengan Jepang yang kini sudah memiliki sekitar 30 perusahaan joint-venture di Indonesia.

“Belum lagi nanti juga ada yang dari China dan beberapa negara-negara lain seperti Singapura yang sangat tertarik untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Suwandi saat ditemui di redaksi Bisnis Indonesia, Selasa (25/7/2023).

Suwandi menilai aksi akuisisi perusahaan leasing merupakan suatu hal yang dinamis dan akan terus bergulir.

Pasalnya, kata dia, industri ini sempat digadang-gadang akan susut lantaran adanya era pinjaman online (pinjol) hingga digitalisasi.

“Tapi ternyata tidak, perusahaan pembiayaan memiliki karakteristik sendiri, nasabah sendiri, dan debitur sendiri. Perusahaan fintech juga tidak langsung serta-merta masuk ke pembiayaan yang sama yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan,” ungkapnya.

Kinerja Leasing Melaju

Di sisi lain, pertumbuhan industri leasing atau perusahaan pembiayaan juga terus melaju. OJK mencatat laba bersih setelah pajak di industri ini mencapai Rp8,55 triliun pada akhir Mei 2023, atau meningkat 21,42 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari periode yang sama 2022 sebesar Rp7,04 triliun.

Peningkatan laba di industri pembiayaan berasal dari total pendapatan yang dibukukan sebesar Rp48,56 triliun. Pos ini naik 17,38 persen yoy dari sebelumnya hanya Rp41,37 triliun.

Raihan pendapatan senilai Rp48,56 triliun itu dikontribusi oleh pos pendapatan operasional yang naik 17,60 persen yoy dari Rp40,77 triliun menjadi Rp47,94 triliun.

Pos pendapatan operasional mayoritas mengalami pertumbuhan. Perinciannya, pos pembiayaan modal kerja mengalami pertumbuhan tertinggi, yakni mencapai 57,24 persen yoy menjadi Rp3,63 triliun dari sebelumnya Rp2,3 triliun.

Selain itu, pos pembiayaan investasi naik 13,08 persen yoy dari Rp8,83 triliun menjadi Rp9,98 triliun. Kemudian, pos pembiayaan multiguna juga naik 9,49 persen yoy dari Rp20,84 triliun menjadi Rp22,82 triliun.

Sementara itu, pos pembiayaan berdasarkan prinsip syariah juga naik 33,43 persen yoy. Nominalnya naik dari Rp1,77 triliun menjadi Rp2,36 triliun pada Mei 2023.

Di sisi lain, total beban yang ditanggung multifinance juga mendaki hingga 16,64 persen yoy. Posisinya membengkak dari Rp32,45 triliun menjadi Rp37,85 triliun.

Dari sana, beban operasional pada industri ini naik 17,24 persen yoy menjadi Rp37,58 triliun dari semula sebesar Rp32,06 triliun.

Jika dilihat dari sisi aset, perolehan aset industri pembiayaan meningkat 15,83 persen yoy dari Rp444,35 triliun menjadi Rp514,69 triliun.

Sementara itu, dari sisi profil risiko perusahaan pembiayaan terpantau masih terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) di level 2,63 persen pada Mei 2023.

Rasio NPF ini meningkat dibandingkan dengan posisi April 2023 sebesar 2,47 persen. Kemudian, untuk gearing ratio di perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,2 kali pada Mei 2023.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper