Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan atau BI-7 Days Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 September 2023.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20 dan 21 September 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, Kamis (21/9/2023).
Perry menjelaskan alasan pihaknya menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen selama 8 bulan berturut-turut merupakan konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran 2-4 persen pada 2023 dan 1,5-3,5 pada 2024.
Mengacu pada keputusan tersebut, suku bunga Deposit Facility tetap di level 5 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,5 persen.
Perry menuturkan keputusan mempertahankan BI rate ini sebagai konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendalli dalam kisaran sasaran 3+/-1 persen pada tahun 2023 dan menurun menjadi 2,5 +-1 persen pada 2024.
"Fokus kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipaasi dan mitigasi dari dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," ungkapnya.
Baca Juga
Sementara itu, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial diperkuat untuk mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata, dan pembiayaan inklusif dan hijau. Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Oktober 2023.
Bauran Kebijakan BI
Perry menambahkan bahwa BI juga tetap memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pertama, mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Kedua, mengimplementasikan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik portfolio inflows, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying assets.
Ketiga, pendalaman kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit UMKM.
Keempat, mengakselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk efisiensi transaksi dan perluasan ekosistem ekonomi dan keuangan digital dengan memperluas QRIS dan meningkatkan implementasi Kartu Kredit Indonesia (KKI).
Kelima, perluasan kerja sama dengan sejumlah bank sentral untuk penggunaan Local Currency Transaction (LCT) dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara, dengan dukungan Satuan Tugas Nasional LCT.
Ruang Penurunan Suku Bunga
Perry melihat ada ruang penurunan suku bunga acuan ke depan jika hanya mempertimbangkan perkembangan domestik, termasuk inflasi yang rendah.
“Kalau hanya mempertimbangkan perkembangan domestik, inflasi yang rendah, ada ruang untuk melihat kembali kebijakan suku bunga BI, sekaligus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Perry mengatakan bahwa laju inflasi domestik pada Agustus 2023 mencapai 3,27 persen secara tahunan, terjaga dalam sasaran 2-4 persen.
Inflasi inti juga tercatat sebesar 2,18 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dari posisi pada bulan sebelumnya sebesar 2,43 persen, sejalan dengan permintaan yang terkelola, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta imported inflation yang rendah.
BI pun memperkirakan inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran 2-4 persen pada sisa 2023 dan 1,5-3,5 persen pada 2024.
Meski demikian, Perry mengatakan kondisi global masih sangat tidak menentu, terutama dengan situasi dolar Amerika Serikat yang semakin menguat.
“Itu yang kemudian kebijakan suku bunga dipertahankan, fokusnya menstabilkan nilai tukar rupiah,” jelasnya.