Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikabarkan akan menerbitkan aturan turunan soal kontribusi perbankan di bursa karbon Indonesia.
Pasalnya, sektor perbankan menjadi pembeli unit karbon terbanyak dibandingkan perusahaan-perusahaan sektor lain kala perdagangan perdana Bursa Karbon pada Selasa (26/9/2023).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajdi mengatakan alasan banyaknya pembeli dari sektor perbankan adalah karena beberapa bank berinisiatif untuk melakukan pembelian demi mendapat label hijau.
"Saya rasa kedepannya tidak terlalu lama lagi akan keluar [aturan] tersebut mengenai aturan perbankan dapat membeli unit karbon di bursa karbon Indonesia," ujarnya dalam Konferensi Pers RDKB, Senin (9/10/2023).
Meski tidak menyebutkan lebih detil, sejumlah perbankan memang tercatat melakukan pembelian unit karbon pada perdagangan karbon perdana, mulai dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) hingga PT Bank DBS Indonesia.
Baca Juga
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) atau BNI, melalui perusahaan anak PT BNI Sekuritas (BNI Sekuritas), telah melakukan pembelian sebesar 40.000 unit karbon pada tahap awal sebagai bentuk dukungan dalam upaya pemerintah menurunkan emisi nasional.
BNI telah membeli unit karbon Indonesia Technology Based Solution (IDTBS), yang termasuk dalam sektor Energi, Limbah, dan Proses Industri dan Penggunaan Produk, yang dijual oleh Pertamina.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar berharap keterlibatan BNI ini dapat mendorong bursa karbon Indonesia semakin berkembang.
"Tentunya hal ini merupakan langkah lanjutan kami dalam implementasi keuangan berkelanjutan. Sebagai pionir green banking di Indonesia kami akan selalu proaktif bersama Kementerian BUMN untuk terus menyosialisasikan berbagai praktik green economy di Tanah Air," katanya.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) membeli 3.000 ton karbon pada perdagangan perdana, Selasa 26 September 2023.
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar mengatakanpembelian kredit karbon merupakan bentuk dukungan Bank Mandiri terhadap perdagangan Karbon Indonesia dan upaya Bank Mandiri untuk menurunkan emisi karbon.
“Keberadaan bursa karbon penting bagi Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), demi tercapainya Net Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Alexandra dalam keterangan resmi pada Senin (2/10/2023).
Bahkan, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) pun menjadi pembeli pertama unit karbon dalam peluncuran kemarin. Direktur Compliance, Corporate Affairs & Legal CIMB Niaga Fransiska Oei, partisipasi aktif CIMB Niaga sebagai pembeli unit karbon dalam peluncuran IDX Carbon merupakan bagian dari strategi Bank untuk mencapai Net Zero pada 2050.
Selain itu juga sebagai dukungan terhadap program dekarbonisasi yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia sebagaimana tertuang dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia.
"CIMB Niaga telah memiliki komitmen emisi nol bersih gas rumah kaca (GRK) Cakupan 1 dan 2 pada tahun 2030, serta terhadap emisi nol bersih GRK secara keseluruhan (Cakupan 1, 2, dan 3) pada 2050. Hal ini dilakukan untuk mendukung pencapaian penurunan emisi GRK Indonesia dan global serta peningkatan kinerja lingkungan Bank," katanya dalam keterangan resmi yang terima Bisnis, Rabu (26/9/2023).
Adapun, OJK mencatat nilai perdagangan IDX Carbon alias bursa karbon Indonesia sejak 26 – 29 September 2023 mencapai Rp 29,21 miliar, dengan volume unit karbon yang diperdagangkan sebesar 480.000 ton CO2.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajdi menuturkan jumlah pelaku di bursa karbon sebanyak 16 perusahaan, yang terdiri dari 1 penjual yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. dan 15 perusahaan pembeli.Menurutnya, butuh waktu lebih banyak supaya perdagangan bursa karbon di Indonesia berjalan dengan baik. Dirinya pun mengatakan dalam waktu dekat akan ada lagi yang listing di bursa karbon Indonesia.
“Tentunya, kita melakukan kajian terhadap perkembangan bursa karbon dan melakukan koordinasi dengan lembaga terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, serta Kemenko Marves agar ke depan supply dan demand-nya banyak,” tutur Inarno dalam paparannya.