Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tabungan Valas di Bank Makin Menumpuk Kala Rupiah Melemah

Per September 2023 tabungan valas tumbuh 6,13% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau senilai US$78,17 miliar.
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Tabungan valuta asing (valas) mencatatkan peningkatan seiring dengan tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS).

Tercatat, per September 2023 tabungan valas tumbuh 6,13% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau senilai US$78,17 miliar.

“Ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bulan Agustus 2023. Jadi, di luar dugaan orang, bukan agak turun malah agak naik sedikit lebih cepat,” ungkap Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers KSSK, Jumat (3/11/2023).

Di samping itu, dia melanjutkan tingkat rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) valas mencapai 80,33%. Purbaya menyebut hal tersebut mengindikasikan bahwa likuiditas valas di pasar domestik cukup kuat.

“Ini menandakan atau mengindikasikan bahwa likuiditas valas di pasar domestik cukup kuat, ruangnya cukup untuk memberi tambahan kredit ke sektor riil kalau diperlukan,” katanya.

Sebagai informasi, memang beberapa minggu ke belakang kurs rupiah atas dolar AS ini menjadi titik pelemahan baru dalam 3 tahun terakhir.

Namun, kondisi ini mulai membaik hingga membuat rupiah berpeluang kembali menguat dalam jangka menengah menyusul kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed, yang menahan laju kenaikan tingkat suku bunga acuan.  

Analis pasar mata uang Lukman Leong mengatakan sikap Ketua The Fed Jerome Powell yang cenderung menunjukkan sikap dovish akan mampu mendukung kenaikan nilai tukar rupiah untuk jangka pendek.

Meskipun investor perlu menyadari, bahwa The Fed sama sekali tidak mengesampingkan kemungkinan untuk menaikkan suku bunga di masa depan. 

Sementara itu, dalam jangka menengah atau mulai awal tahun depan, rupiah berpeluang kembali menguat seiring dengan perbaikan ekonomi global.

“Untuk jangka menengah dan panjang, mulai awal 2024, rupiah berpotensi kembali menguat oleh harapan pemulihan ekonomi global karena bank sentral dunia sudah mulai memasuki fase untuk menurunkan suku bunga,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (2/11/2023).

Berdasarkan catatan Bisnis, nilai tukar rupiah sempat ditutup melemah ke level Rp15.935,50 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (1/11/2023).

Mengutip data Bloomberg pukul 15.20 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkoreksi 0,32% menuju level Rp15.935,50.

Di tengah pelemahan ini, indeks dolar AS tercatat menguat 0,10% ke 106,77.Sebaliknya, pada perdagangan Jumat (3/11/2023), nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,65%, ditopang oleh ekspektasi pasar terhadap sikap dovish Bank Sentral Federal Reserve (The Fed).

Adapun mengutip data Bloomberg, Jumat (3/11/2023) pada 15.01 WIB, nilai tukar rupiah menguat 0,65% atau 103,50 poin ke Rp15.751,50 per dolar AS.

Mata uang Garuda menjadi salah satu yang paling kuat di Asia, selain peso Filipina yang menguat 0,98%, dan won Korea Selatan yang menguat 1,54%.

Sementara, ringgit Malaysia juga terpantau menguat 0,24%, dan yen Jepang naik 0,11%, sedangkan yuan China melemah tipis 0,03%.  Adapun indeks dolar AS terpantau melemah 0,16% atau 0,17 poin ke 105,954.

Kondisi Simpanan Valas Bank

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) telah mencatatkan penurunan simpanan dolar 3% pada kuartal III/2023, menjadi US$4,8 miliar.

“Turun sedikit 3% tidak besar, kalau dirupiahkan secara tahunan turun Rp2 triliun,” ujar Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim dalam paparan Kinerja Kuartal III/2023 pada pekan lalu (19/10/2023).

Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan meski terjadi penurunan, simpanan valas di BCA masih dalam kondisi yang cukup.

“Artinya kita tidak terlampau agresif untuk pinjaman valas, sebab itu dana pihak ketiga valas kita cukupi sesuai dengan kebutuhan dari lending,” ujarnya.

Direktur Wholesale & International Banking PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Silvano Rumantir juga mengatakan terjadi rebalancing portofolio dolar AS di pasar.

"Dampak nilai tukar rupiah terhadap dolar masih kita monitor. Tapi secara fundamental ekonomi kita solid. Likuiditas di perbankan juga terjaga dengan baik," katanya di Jakarta, Selasa (24/10/2023).

Risiko Kredit Valas

Di sisi lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menilai bahwa pelemahan rupiah berpotensi meningkatkan risiko kredit pada debitur dengan pinjaman valuta asing alias valas.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi pun menyebut untuk bisa mengantisipasi risiko ini, perbankan bakal memonitor secara disiplin debitur valuta asing yang pendapatannya dalam rupiah untuk memastikan kemampuan membayar atau repayment capacity dari debitur.

“Karena secara ekuivalen rupiah, maka nilai kewajiban debitur menjadi semakin besar, tapi kami sudah memperhitungkan, di mana sebagai langkah antisipatif, kami punya early warning system untuk mendeteksi potensi penurunan kinerja debitur,” ujarnya dalam paparan kinerja kuartal III/2023, Senin (30/10/2023).

Di samping itu, Darmawan menyebutkan perseroan sendiri tetap mendorong pertumbuhan kredit dalam rupiah. Tercermin bagaimana pertumbuhan kredit secara rupiah bank only lebih tinggi dibanding kredit valas yang mencapai 13,1% secara tahunan.  

Terkait pendanaan valas, kata Darmawan, bank Mandiri sebagai bank wholesale akan terus mengoptimalkan potensi dari nasabah eksportir dengan penyediaan berbagai solusi finansial dari platform Kopra by Mandiri dan pemanfaatan instrumen Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Saat ini, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) valuta asing perseroan tumbuh 9,83% yoy secara bank only mencapai US$14,9 miliar. Adapun, untuk memperkuat likuduitas valas, Bank Mandiri menerbitkan global bonds pada April 2023, sebesar US$300 juta dollar

“Selain itu kewajiban dalam global bonds ini dipenuhi dari cashflow aset Bank Mandiri, sehingga kewajiban global bonds dolar AS perseroan tidak terpapar terhadap risiko nilai tukar,” tuturnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper