Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chatib Basri Wanti-Wanti Risiko Kenaikan Kredit Macet akibat Higher for Longer

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan terdapat risiko kenaikan kredit macet di tengah fenomena higher for longer.
Pengamat Ekonomi M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani
Pengamat Ekonomi M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani

Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengingatkan dampak fenomena higher for longer atau kondisi suku bunga acuan yang tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama bagi industri perbankan.

Chatib mengatakan, risiko higher for longer akan menyebabkan tingkat suku bunga di perbankan, termasuk suku bunga kredit tetap tinggi.

Bagi debitur, beban ini akan meningkat dan semakin berat jika suku bunga kredit bertahan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Akibatnya, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) berpotensi meningkat.

“Kalau tingkat bunganya naik tinggi, bapak ibu yang harus mencicil KPR bebannya jadi lebih panjang. Kalau berlangsung lebih lama, maka bebannya akan semakin berat, sehingga risiko NPL atau kredit macet akan mengalami peningkatan,” katanya dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2024, Rabu (22/11/2023).

Sebagaimana diketahui, bank sentral banyak negara telah meningkatkan suku bunga acuan untuk mengatasi tingginya laju inflasi.

Kenaikan suku bunga acuan, di negara maju terutama, memberikan dampak yang besar bagi pasar keuangan dan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

Saat ini, suku bunga bank acuan the Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) berada pada level 5,5%. Tingkat suku bunga acuan ini atau Fed Funds Rate (FFR) dinilai masih memiliki ruang untuk naik menjadi sebesar 5,75%. 

Di sisi lain, Chatib mengatakan bahwa the Fed telah memberi sinyal bahwa FFR telah mencapai puncaknya dan the Fed akan menghentikan sementara kenaikan suku bunga acuan.

Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) pun telah menaikkan suku bunga acuan ke tingkat 6% pada Rapat Dewan Gubernur Oktober 2023, terutama untuk mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah dan mengendalikan imported inflation. Arah suku bunga acuan BI ke depan pun masih bergantung pada kebijakan suku bunga the Fed.

“Kita tentu berharap bahwa pada tahun depan, 2024, mulai paruh kedua, ada ruang bagi the Fed untuk mulai menurunkan tingkat bunga. Tapi, ini sangat tergantung pada perkembangan yang terjadi di Amerika,” kata Chatib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper