Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh industri modal ventura di Indonesia. Salah satunya adalah pemenuhan modal atau ekuitas.
Dalam aturan baru, perusahaan modal ventura yang fokus usahanya pada penyertaan ekuitas atau venture capital corporation (VCC) harus memiliki modal Rp50 miliar. Sementara perusahaan yang fokus usahanya adalah pembiayaan atau venture debt capital (VDC) yakni Rp 25 miliar. Serta Unit Usaha Syariah (UUS) wajib memiliki ekuitas minimum Rp10 miliar.
Mengacu pada Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Modal Ventura 2024–2028, dari total 54 perusahaan modal ventura di Indonesia, masih ada 12 perusahaan yang memiliki ekuitas di bawah Rp25 miliar. Sementara itu 28 perusahaan memiliki ekuitas di bawah Rp 50 miliar.
“Masih rendahnya ekuitas beberapa perusahaan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam ekspansi usaha dan kemampuan menyerap risiko yang berpotensi mengakibatkan kegagalan usaha,” dikutip dari dokumen Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Modal Ventura 2024–2028, Selasa (23/1/2024).
Oleh sebab itu melalui peta jalan, regulator mendorong seluruh perusahaan modal ventura untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum berdasarkan fokus usahanya yakni VCC maupun VDC. Selain pemenuhan modal, regulator menyebut sumber pendanaan menjadi salah satu tantangan bagi modal ventura terutama dalam melakukan penyertaan modal.
Dengan demikian, OJK melalui peta jalan mendorong perluasan sumber pendanaan. Dalam peta jalan disebut bahwa selain penerbitan surat berharga, pemupukan dana menggunakan instrumen dana ventura dapat menjadi salah satu opsi dalam perluasan sumber pendanaan modal ventura. Ke depan, dana pensiun dan perusahaan asuransi dapat juga menjadi salah satu sumber pendanaan potensial bagim odal ventura.
Baca Juga
Namun, pilihan sumber pendanaan dari kedua lembaga keuangan tersebut saat ini belum dapat direalisasikan mengingat regulasi dana pensiun dan perasuransian belum memungkinkan investasi pada modal ventura. Selain itu, tingkat risiko investasi yang tinggi pada bisnis rintisan menjadi salah satu pertimbangan penting.
Saat ini, sumber pendanaan modal ventura paling mayoritas berasal dari pinjaman yang mencapai 32% dari aset modal ventura. Pekerjaan rumah lainnya yakni kontribusi terhadap pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih perlu ditingkatkan.
Industri modal ventura telah menyalurkan pembiayaan sebanyak Rp17,39 triliun per November 2023, dengan porsi UMKM 52%. Sementara itu, kebutuhan pendanaan UMKM menurut studi dari Ernst & Young (2023) bisa mencapai Rp4.300 triliun pada 2026.
Lembaga keuangan diperkirakan dapatb erkontribusi sekitar Rp1.900 triliun dari total kebutuhan tersebut, sedangkan sisanya dapat menjadi pasar potensial bagi perusahaan modal ventura di Indonesia.
Penguatan ekosistem modal ventura juga diperlukan, di mana terdapat delapan kelompok elemen ekosistem yang dibutuhkan oleh modal ventura yang mencakup antara lain regulator, lembaga penunjang, asosiasi, sumber pendanaan dan lainnya. Beberapa elemen ekosistem belum tersedia dan sebagian elemen yang telah ada belum berfungsi secara optimal.
Salah satu contoh elemen ekosistem yang belum tersedia yaitu dukungan sumber pendanaan dari lembaga keuangan lain seperti dana pensiun dan perusahaan asuransi. Selain itu, dukungan penjaminan atau asuransi kredit juga dirasa masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian, OJK menilai optimalisasi dukungan ekosistem pada industri modal ventura menjadi sebuah arah yang dibutuhkan ke depan.
OJK membeberkan beberapa program yang dapat dijalankan untuk memperkuat dukungan ekosistem ini antara lain dukungan pendanaan dari investor institusional, optimalisasi peran penjaminan atau asuransi kredit, optimalisasi peran pemerintah daerah, dan memperkuat peran inkubator.
“Dukungan ekosistem ekosistem yang cukup diharapkan dapat mendorong industri Modal Ventura dapat tumbuh lebih cepat, lebih tangguh, dan mampu memberikan dampak yang lebih besar bagi perekonomian nasional,” tulis OJK.
OJK mengungkap saat ini masih ada kegiatan usaha pembiayaan modal ventura oleh berbagai pihak yang belum memiliki izin usaha dari OJK. Padahal Modal ventura tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi perusahaan dan UMKM rintisan.
Perizinan modal ventura mengacu pada POJK nomor 34/POJK.05/2015 tentang Perizinan dan Kelembagaan perusahaan modal ventura (POJK 34/2015). Tidak ada undang-undang yang mengatur spesifik mengenai modal ventura sehingga kewajiban perizinan modal ventura tidak memiliki sanksi.
Sejak diundangkannya UU P2SK pada tahun 2023, pengenaan sanksi akan diberikan bagi setiap orang yang menjalankan usaha kegiatan pembiayaan melalui penyertaan modal dan/atau pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam rangka pengembangan usaha pada pasangan usaha atau debitur tanpa izin usaha. Ketentuan sanksi tersebut diberikan masa transisi selama tiga tahun dan mulai akan berlaku efektif per tanggal 12 Januari 2026.
“Dalam rangka menjalankan amanat UU P2SK tersebut, OJK akan melakukan berbagai langkah agar implementasi kewajiban perizinan usaha Modal Ventura tersebut dapat berjalan baik dan tidak memberikan dampak negatif terhadap industri dan ekonomi,” tulis OJK.