Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua aturan baru terkait dengan industri bank perekonomian rakyat (BPR).
Dua aturan yang terbit itu adalah Peraturan OJK (POJK) Nomor 28 Tahun 2023 (POJK 28/2023) tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS, serta POJK Nomor 1 Tahun 2024 (POJK 1/2024) tentang Kualitas Aset BPR.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan penerbitan dua POJK itu merupakan bentuk tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Selain itu, Aman menuturkan bahwa penerbitan dua beleid ini bertujuan memperkuat dan mengembangkan sektor perbankan, terutama di BPR dan BPR syariah (BPRS).
“Ini sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam,” ujarnya, baru-baru ini.
Dalam POJK 28/2023, OJK misalnya menetapkan kriteria tindak lanjut status pengawasan bagi BPR atau BPR Syariah yang ditetapkan dengan status dalam penyehatan. Dengan diterbitkannya POJK ini, selanjutnya mengacu pada jangka waktu status pengawasan dan kriteria yang diatur di dalam POJK.
Baca Juga
Adapun, POJK 1/2024 memuat antara lain penyelarasan peraturan mengenai agunan yang diambil alih serta kegiatan usaha yang diperkenankan sesuai dengan UU PPSK. Selain itu, penerbitan standar akuntansi keuangan entitas privat yang merupakan pengganti dari standar akuntansi keuangan tanpa entitas publik yang akan berlaku 1 Januari 2025.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK memang menaruh perhatian khusus kepada BPR. Selain melalui regulasi, OJK mendorong adanya konsolidasi BPR agar BPR semakin sedikit dan efisien. Dengan begitu, BPR yang beroperasi hanya BPR-BPR yang berkualitas.
"Kami upayakan dengan konsolidasi. Di satu lokasi itu persaingannya akan sehat. Ada indikator-indikator yang kita pakai supaya [BPR] cukup segini saja jumlahnya," ujarnya.
Adapun, OJK menargetkan jumlah BPR hanya mencapai 1.000 unit.
Di tengah perhatian OJK atas industri BPR, kinerja bank rakyat ini pun mencatatkan dinamika pertumbuhan. Mengacu data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, jumlah BPR berkurang 37 BPR dalam setahun atau dari 1.442 unit pada November 2022 menjadi 1.405 unit pada November 2023.
Sementara, laba BPR susut signifikan atau 37,86% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp1,92 triliun pada November 2023.
Akan tetapi, BPR mencatatkan kenaikan kredit 9,57% yoy menjadi Rp140,18 triliun pada November 2023. Aset bank juga naik 8,35% yoy menjadi Rp193,01 triliun.
Di sisi lain, BPR mencatatkan kualitas aset yang memburuk. Tercatat, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BPR membengkak dari 8,49% pada November 2022 menjadi 10,52% pada November 2023.
Sementara, BPR telah mencatatkan total kredit tidak lancar Rp14,74 triliun pada November 2023, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp10,86 triliun. Kredit macet BPR pun naik dari Rp7,55 triliun menjadi Rp9,92 triliun.
Dari sisi pendanaan, BPR telah meraup dana pihak ketiga (DPK) Rp137,01 triliun pada November 2023, naik 9,82% yoy.