Bisnis.com, JAKARTA -- Kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 akan berakhir pada bulan ini atau Maret 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memproyeksikan berakhirnya relaksasi tersebut akan menjadi tantangan bank mengelola risiko kredit pada kuartal I/2024.
Berdasarkan Survei Orientasi Bisnis Perbankan (SBPO) yang melibatkan 100 bank responden, mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan pada kuartal I/2024 masih terjaga dan terkendali. Hal ini terlihat dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 53 berada di zona optimis, sedikit menurun dari 58 pada kuartal sebelumnya.
Sementara kualitas kredit diproyeksikan terjaga dengan baik didukung kebijakan restrukturisasi dan hapus buku untuk menekan peningkatan kredit macet (nonperforming loan/NPL).
Responden memperkirakan bahwa risiko kredit atau NPL gross pada kuartal I/2024 akan terjaga stabil. "Namun demikian, masih terdapat potensi peningkatan NPL yang berasal dari pemburukan kredit restruk kol 1 dan kol 2 seiring berakhirnya kebijakan restrukturisasi secara keseluruhan pada Maret 2024," tulis OJK dalam survei tersebut dikutip pada Selasa (12/3/2024).
Adapun, mengacu data OJK, per Januari 2024 terjadi peningkatan rasio NPL menjadi 2,35% dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 2,19%.
Baca Juga
OJK pun akan terus melakukan monitoring kondisi usaha debitur melalui early warning indicator. Kemudian, OJK melakukan akselerasi perbaikan kualitas kredit bagi kredit yang masih memiliki potensi perbaikan.
Lalu, otoritas melakukan restrukturisasi lanjutan dengan skema restrukturisasi normal apabila dibutuhkan dan pembentukan pencadangan yang cukup atas debitur yang masih mendapatkan stimulus restrukturisasi Covid-19.
Sebagaimana diketahui, OJK akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. Awalnya restrukturisasi kredit Covid-19 direncanakan berakhir pada Maret 2023, tetapi OJK telah memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar.
Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 dari OJK, bank harusnya sudah lebih siap menanggulangi.
"Bank perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit," katanya pada Bisnis beberapa waktu lalu.
Ancang-Ancang Sejumlah Bank
Sejumlah bank pun memang tengah ancang-ancang mengantisipasi dampak berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19.
Direktur Manajemen Risiko PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Agus Sudiarto mengatakan atas kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 yang akan berakhir itu, BRI sudah jauh-jauh hari melakukan antisipasi.
"Tinggal makro ekonomi kita perhatikan," ujarnya setelah acara Launching Panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) pada awal bulan ini (5/3/2024) di Jakarta.
BRI pun menyiapkan pencadangan yang memadai seiring dengan akan berakhirnya relaksasi itu pada bulan ini. Per Desember 2023, BRI mencatatkan pencadangan kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) atau NPL coverage 229,09%. Sementara, pencadangan kredit berisiko (loan at risk/LaR) atau LaR coverage pada level 54,14%.
Agus mengatakan BRI pun optimistis kredit bermasalah dan kredit berisiko akan tetap dalam tren turun meski relaksasi dicabut. "Kalau dari guideline di NPL kita turun jadi 2,7% tahun ini. Mudah-mudahan LAR juga kecil," ujarnya.
Direktur Finance PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Novita Widya Anggraini mengatakan BNI juga terus melakukan pengkajian secara berkala atas dampak dari pencabutan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19.
"Memang kami kaji berkala prospek debitur untuk pulihkan usahanya dan potensi kolektabilitas normal. Jadi kami menilai mereka berada pada kondisi risiko yang minimal," ujarnya.
Menurutnya, pencabutan restrukturisasi diproyeksikan tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan risiko kredit. "NPL dijaga membaik dari 2023 guidance di bawah 2%," katanya.
Dari sisi pencadangan, BNI menyiapkan NPL coverage di level 319% per Desember 2023. Lalu, LaR coverage di level 52,7%.