Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) kembali memperingatkan potensi moral hazard yang muncul seiring rencana pemerintah menghapus tagihan kredit macet bagi UMKM.
Bahkan, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan sejak adanya rencana hapus tagih tersebut, banyak nasabah yang sebelumnya lancar dalam pembayaran kreditnya meminta agar status kreditnya menjadi macet. Hal ini dilakukan agar mereka dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan hapus buku (write-off).
"Kalau itu terjadi, Himbara bisa bubar dan tidak bisa setor dividen ke negara,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Jakarta, pekan lalu.
Meski, kata Sunarso, penghapusan tagihan tidak mudah. Namun, jika nantinya sudah menjadi keputusan, Sunarso menjamin aturan tersebut akan tetap dilaksanakan.
Kemudian, di tengah belum rampungnya aturan tersebut, dia pun meminta agar aturan dapat dirancang sedetail mungkin. Baginya, kejelasan aturan ini sangat penting. Pasalnya, bila aturan tersebut rancu, maka dapat merugikan negara.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa agar UU tersebut dapat berlaku secara efektif, diperlukan peraturan turunan yang lebih terperinci, seperti juklak (petunjuk pelaksanaan) dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Namun, Sunarso mengungkapkan sejauh ini belum ada PP yang diterbitkan, sehingga dia mengajukan permohonan agar ini menjadi perhatian utama.
“Kalau ditanya progress [hapus tagih kredit UMKM] nah [agar] UU itu bisa operatif masih butuh juklak paling tidak dalam bentuk PP. Jadi, nanti mohon PP ini diperhatikan,” ucapnya.
Tercatat, kata Sunarso, BRI telah melakukan hapus buku senilai Rp32,7 triliun pada 2023 dengan NPL coverage di level 229,09%
“Pencadangan digunakan untuk menghapus buku kredit UMKM yang tidak berhasil direstrukturisasi,” ujarnya.
Senada, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menekankan pentingnya persiapan matang dalam mengimplementasikan kebijakan hapus tagih terkait utang atau kredit.
"Harus hati-hati lah. Itu kan nanti ada moral hazard. Pasti ada, enggak gampang lah gitu,” ujarnya usai agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP),” ucapnya usai agenda Rapat Dengar Pendapat, Rabu (20/3/2024).
Sementara, hapus buku sendiri telah dilakukan perseroan dan pihaknya menjamin tidak memberikan pengaruh bagi kinerja bank pelat merah tersebut.
"Kalau hapus buku, itu cadangannya udah disiapin. Jadi udah tidak akan efek ke laba rugi," ungkapnya.
Dalam analyst meeting, BNI mencatat total hapus buku kredit macet mencapai Rp14,39 triliun pada 2023, lebih tinggi dibanding 2022 yang mencapai Rp10,88 triliun. Saat ini, NPL coverage perseroan menyentuh 319%
Adapun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. melaporkan total hapus buku tagihan kredit macet mencapai Rp17,9%, lebih tinggi dibanding 2022 yang hanya Rp14,3 triliun. Sejauh ini, NPL coverage perseroan berada di level 326% pada 2023
Sebagaimana diketahui, hapus buku ini tidak menghilangkan kewajiban nasabah untuk membayar utang yang sudah dijalankan.
Sementara itu, aturan hapus tagih alias pemutihan adalah sebuah penghapusan tagihan yang dapat memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memulihkan reputasi mereka dan mendapat kredit baru kembali.
PROGRES ATURAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan perkembangan aturan penghapusbukuan dan penghapustagihan kredit macet pada kelompok UMKM yang saat ini masih digodok pemerintah.
OJK berharap aturan tersebut tidak menimbulkan moral hazard. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan aturan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM saat ini belum juga rampung.
"OJK diundang dalam rapat pembahasan dan menyampaikan tanggapan atas draf aturan hapus tagih kredit UMKM yang disusun oleh Kementerian Keuangan," katanya dalam jawaban tertulis beberapa waktu lalu.
Terdapat juga sejumlah usulan yang diberikan OJK terkait dengan aturan tersebut agar tidak menimbulkan moral hazard.
"Kebijakan hapus tagih bersifat one time policy atas kredit bermasalah yang telah direstrukturisasi dan dihapus buku minimal 10 tahun sejak aturan berlaku," ujarnya.
Selain itu, bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN hanya dapat melakukan penghapus tagihan kredit macet paling lama 1 tahun sejak aturan efektif.
Dian mengatakan wacana hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM berkembang seiring dengan adanya ketentuan dalam Undang-undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Hal ini sebenarnya dimaksudkan untuk merespons kesulitan bank BUMN atau bank milik pemerintah dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.
Khusus bagi bank BUMN, penghapusbukuan kredit UMKM bukan lagi menjadi kerugian keuangan negara, tetapi kerugian yang dapat dihapusbukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Dia juga mengatakan hapus buku dan hapus tagihan kredit macet UMKM sebetulnya sudah ada best practice di perbankan swasta pada umumnya. Sementara, tidak semua kredit macet UMKM akan dihapus.
"Ada ketentuan yang mesti dijalankan secara prudential, termasuk pemenuhan CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai] untuk menutup kerugian itu," kata Dian.