Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aral Kredit Macet Adang Proteksi Asuransi dalam Program KPR

Rasio kredit macet KPR rumah tangga meningkat menjadi 3,17% per Mei 2025, memicu risiko proteksi asuransi lebih tinggi. Asuransi kini lebih konservatif dalam memberikan proteksi KPR.
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi umum di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi umum di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Ringkasan Berita
  • Rasio nonperforming loan (NPL) KPR rumah tangga meningkat menjadi 3,17% per Mei 2025, menandakan risiko proteksi asuransi yang lebih tinggi.
  • Industri asuransi menghadapi tantangan dengan pertumbuhan premi yang lambat dan klaim yang meningkat, memaksa perusahaan untuk lebih konservatif dalam memberikan proteksi KPR.
  • Regulator diharapkan memberikan dukungan melalui kebijakan mitigasi risiko dan insentif untuk menjaga keberlanjutan proteksi asuransi dalam program KPR.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Industri asuransi menaruh mata pada kondisi melejitnya rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) kredit pemilikan rumah (KPR) rumah tangga. Tingginya NPL menjadi indikasi risiko proteksi juga makin tinggi, sehingga berdampak pada produk asuransi yang memproteksi KPR.

Berdasarkan data Bank Indonesia, NPL KPR rumah tangga per Mei 2025 tembus 3,17%, memburuk dibanding akhir 2024 pada level 2,61%. NPL KPR rumah tangga ini menjadi rekor terburuk dalam empat tahun terakhir.

Bahkan, NPL KPR rumah tangga dalam periode Mei 2025 tersebut lebih buruk dibanding masa pandemi Covid-19 pada 2020 di level 2,65%. Di sisi lain, pertumbuhan KPR rumah tangga justru melambat di level 7,98% YoY, terendah sejak 2022. Ini artinya, risiko yang diproteksi asuransi semakin tinggi sedangkan objek yang diasuransikan tumbuh melambat.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan melihat asuransi umum akan semakin konservatif memberikan proteksi KPR jika NPL atau kredit macetnya semakin besar.

"Meningkatnya rasio kredit bermasalah (NPL) KPR rumah tangga hingga 3,17%, dapat menjadi sinyal perusahaan asuransi yang berpotensi peningkatan risiko gagal bayar," kata Budi kepada Bisnis, Selasa (22/7/2025).

Budi menjelaskan bahwa produk asuransi umum yang berkaitan dengan program KPR ada dua, yaitu asuransi kredit dan asuransi harta benda. 

AAUI terus memantau perkembangan NPL KPR rumah tangga. Apalagi, dari sisi industri asuransi, pendapatan premi asuransi kredit dalam kuartal I/2025 hanya tumbuh 0,3% year on year (YoY) menjadi Rp3,98 triliun. Sebaliknya, klaim asuransi kredit melambung 8,3% YoY menjadi Rp3,59 triliun. Alhasil, rasio klaim asuransi kredit di industri umum dalam kurtal I/2025 naik menjadi 90,3%.

"Jika memang terjadi kondisi NPL yang terus memburuk sehingga risiko gagal bayar meningkat tajam, risk appetite perusahaan asuransi tentu cenderung lebih konservatif. Perusahaan asuransi kini melakukan penilaian risiko yang lebih hati-hati dan berbasis data, termasuk menyesuaikan underwriting policy," tegasnya.

Sementara itu, dalam kuartal I/2025 lini bisnis asuransi harta benda mencatatkan premi Rp7,8 triliun, atau terkoreksi 14% YoY. Sebaliknya, klaim asuransi harta benda tercatat sebesar Rp1,96 triliun, meningkat 33% YoY. Rasio klaim asuransi harta benda dalam kuartal I/2025 masih lebih sehat dibanding rasio klaim asuransi kredit, yakni di level 25,1%.

Apabila dilihat trennya dalam tiga tahun terakhir, rasio klaim asuransi harta benda rata-rata berada di kisaran 30%, sedangkan rasio klaim asuransi kredit rata-rata berada di rentang yang lebih tinggi, yakni di kisaran 83%.

Menghadapi tantangan kredit macet KPR rumah tangga yang kian tinggi, Budi menilai industri asuransi perlu menerapkan strategi penilaian risiko yang lebih komprehensif dan proses underwriting yang ketat.  

Selain itu, penetapan tarif premi harus dilakukan berbasis risiko, yaitu harus mempertimbangkan tingkat risiko dan tren NPL, pengalaman klaim historis, profil demografis dan kemampuan bayar debitur, hingga skema PKS dengan perbankan.

"Selain itu, dapat dipertimbangkan insentif bagi perusahaan asuransi yang berpartisipasi dalam program KPR, serta fasilitasi kerja sama yang sehat antara pelaku industri asuransi lembaga keuangan sehingga tercipta ekosistem proteksi yang adil," pungkasnya.

Aral Kredit Macet Adang Proteksi Asuransi dalam Program KPR

Proyek pembangunan perumahan di Kawasan Ciwastra, Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/9/2024).- JIBI/Bisnis/Rachman.

Setali tiga uang, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko dan GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Fauzi Arfan mengatakan perlu dukungan regulator untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas proteksi asuransi jiwa terhadap program KPR pemerintah.

AAJI melihat meskipun NPL KPR rumah tangga memburuk, kebutuhan proteksi asuransi jiwa dalam KPR akan tetap tinggi seiring dengan meningkatnya permintaan hunian layak, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam hal ini, menurutnya produk asuransi jiwa kredit masih punya peran penting dalam mendukung stabilitas sektor pembiayaan perumahan.

"Namun, untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas proteksi, industri memerlukan dukungan regulator," kata Fauzi.

Dukungan regulator yang diperlukan tersebut antara lain adalah penguatan kebijakan mitigasi risiko dan tata kelola produk asuransi jiwa kredit, kemudian peningkatan literasi masyarakat terkait pentingnya perlindungan jiwa dan properti.

"Diperlukan juga dukungan regulator berupa insentif bagi perusahaan asuransi yang berpartisipasi dalam program KPR subsidi, serta fasilitasi kerja sama yang sehat antara pelaku industri asuransi dan perbankan, sehingga tercipta ekosistem proteksi yang adil dan berorientasi pada kepentingan konsumen," tegasnya. 

Dari perspektif bisnis, Fauzi menilai agar produk proteksi KPR tetap berkelanjutan secara bisnis industri asuransi jiwa perlu menerapkan strategi penilaian risiko yang komprehensif, berbasis prinsip aktuaria dan proses underwriting yang ketat. Menurutnya, penetapan tarif premi asuransi KPR juga harus mempertimbangkan tingkat risiko dan tren NPL, pengalaman klaim historis, profil demografis dan kemampuan bayar debitur, skema kerja sama dengan mitra perbankan. 

Tekanan Profit Asuransi

Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia (Asei) Dody Achmad Sudiyar menjabarkan ada dua penyebab risiko dalam asuransi kredit KPR yang berujung pada kegagalan bayar debitur kepada bank.

Untuk asuransi umum, faktor melemahnya atau hilangnya sumber pendapatan bisa menjadi pemicu gagal bayar. Hal ini bisa disebabkan oleh PHK atau kegiatan usaha debitur mengalami masalah finansial. Sementara, untuk asuransi jiwa gagal bayar KPR disebabkan oleh meninggalnya debitur.

Dengan demikian, peningkatan kredit macet KPR rumah tangga menurutnya bisa berimbas menekan profit lini bisnis asuransi yang memberikan proteksi KPR, yaitu asuransi jiwa kredit pada asuransi jiwa dan asuransi kebakaran/properti rumah KPR pada asuransi umum.

"Tren ini menegaskan bahwa profitabilitas lini asuransi KPR tertekan, dengan tekanan terbesar datang dari kenaikan klaim akibat gagal bayar debitur rumah tangga," kata Dody.

Dengan NPL KPR yang makin tinggi, Dody mengatakan risk appetite perusahaan asuransi terhadap program KPR pemerintah menjadi selektif dan adaptif, serta akan mengikuti dinamika risiko makro ekonomi dan kualitas kredit sektor perumahan.

"Dengan meningkatnya NPL KPR rumah tangga menjadi 3,17% per Mei 2025, maka perlu dilakukan penyesuaian signifikan terhadap parameter underwriting dan penilaian risiko," tegasnya.

Menghadapi NPL KPR yang memburuk ini, menurutnya strategi utama yang perlu diterapkan perusahaan asuransi agar lini bisnis asuransi kredit KPR tetap berkelanjutan dan menguntungkan antara lain adalah pertama melakukan penyesuaian pricing dan segmentasi risiko. 

Aral Kredit Macet Adang Proteksi Asuransi dalam Program KPR

Karyawan melayani nasabah di kantor PT Asuransi Asei Indonesia di Jakarta, Selasa (1/3/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Premi asuransi KPR perlu disesuaikan secara lebih presisi berdasarkan profil risiko debitur, jenis pekerjaan, lokasi properti dan tenor pinjaman. Kemudian, skema tarif flat mulai ditinggalkan dan diganti dengan risk-based pricing, khususnya untuk debitur dari sektor informal atau wilayah dengan historikal NPL tinggi.

Kedua adalah penguatan kerja sama perusahaan asuransi dengan bank penyalur KPR. Dalam hal ini, perlu ada penekanan pada integrasi early warning system bersama bank mitra agar potensi risiko gagal bayar bisa dideteksi sejak awal.

Ketiga adalah dengan diversifikasi produk dan manajemen portofolio. Dody menilai perusahaan asuransi jangan terlalu bergantung hanya pada program KPR subsidi atau nonsubsidi pemerintah, tetapi mulai mengarahkan ke KPR swasta dengan sasaran segmen masyarakat menengah ke atas yang profil risikonya lebih terukur.

"Pooling risiko antar portofolio dan penggunaan reasuransi strategis menjadi elemen penting dalam manajemen risiko lini ini," tegasnya.

Sementara itu, perusahaan asuransi umum, PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI) mencatatkan penurunan lini bisnis asuransi yang memberikan proteksi terhadap program KPR.

Wakil Presiden Direktur ACPI Nicolaus Prawiro mengatakan bisnis asuransi KPR sebenarnya salah satu lini bisnis yang bagus untuk sebuah perusahaan asuransi.

"Meskipun nilai preminya tidak besar, namun loss ratio-nya cukup kecil. Sampai Juni 2025, bisnis asuransi KPR kami memang ada sedikit penurunan," ujar Nico.

Nico melihat kondisi tersebut juga tidak lepas dari faktor penurunan daya beli masyarakat. Merujuk data makro ekonomi, dalam kuartal I/2025 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,98% (quarter-to-quarter/QtQ), terdalam dalam lima tahun.

Secara tahunan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,87%. Konsumsi rumah tangga pada periode ini yang menyumbang 54,53% terhadap PDB, hanya mampu tumbuh 4,89% YoY. Sementara itu, konsumsi pemerintah kontraksi 1,38% dan hanya menyumbang 5,88% terhadap PDB.

"[Jadi] mungkin [kontraksi bisnis asuransi KPR] ada pengaruh daya beli masyarakat dan ketatnya pembiayaan dari bank," ujar Nico.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro