Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) buka suara terkait dengan banyaknya merchant atau toko yang menolak pembayaran dengan uang tunai dan lebih memilih skema pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta menyampaikan bahwa berdasarkan UU No. 7/2011 tentang Mata Uang, disampaikan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
Filianingsih menjelaskan, dalam aturan tersebut hanya diatur bahwa pembayaran di dalam negeri wajib menggunakan rupiah, tidak boleh dalam mata uang lainnya.
Namun demikian dalam praktiknya dalam sistem pembayaran, dia mengatakan masyarakat dapat melakukannya dengan dua cara, baik tunai maupun nontunai.
“Jadi yang diatur itu penggunaan rupiah dalam transaksi di Indonesia, jadi tidak boleh pakai mata uang lain, yang dipakai mata uang rupiah. Tapi, bagaimana cara memakainya, ada pilihan di sistem pembayaran, ada dua cara, bisa cash/tunai, bisa nontunai,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (20/6/2024).
Dengan demikian, Filianingsih mengatakan para pedagang atau merchant juga memiliki pilihan untuk menerima pembayaran sesuai kenyamanannya, asalkan pembayaran yang diterima rupiah.
Baca Juga
“Misal QRIS, itu hanya kanal. Tapi, sumber dananya tetap memakai tabungan, uang elektronik, atau kartu kredit, tapi yang dipakai tetap rupiah,” jelasnya.
Oleh karena itu, Filianingsih menegaskan bahwa merchant atau pedagang yang hanya menerima pembayaran secara tunai ataupun nontunai, tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Doni P Joewono menyampaikan bahwa transaksi di masyarakat dapat melalui berbagai instrumen.
Pada jenis transaksi nontunai misalnya, salah satu instrumen yang dapat digunakan yaitu QRIS. Sementara pada jenis transaksi tunai, instrumen yang dapat digunakan adalah uang kertas atau uang logam.
“Jadi tetap pakai rupiah, walaupun QRIS tetap pakai rupiah,” tuturnya.