Bisnis.com, JAKARTA - Transaksi digital menggunakan kartu debit atau ATM perbankan melanjutkan penurunan di saat penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) terus meroket.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital di Indonesia tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.
Salah satu transaksi digital dengan pertumbuhan signifikan adalah QRIS. Pada Mei 2024, hampir seluruh transaksi keuangan digital mencatatkan pertumbuhan kecuali pembayaran menggunakan kartu debit/ATM.
"Transaksi QRIS tumbuh 213,31% YoY, dengan jumlah pengguna mencapai 49,76 juta dan jumlah merchant 32,25 juta. Sementara itu, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/D turun sebesar 5,41% YoY sehingga mencapai Rp615,18 triliun," ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG, Kamis (20/6/2024).
Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, transaksi kartu ATM atau debit masih melanjutkan kontraksi meskipun terjadi perbaikan. Pada April 2024, penurunan transaksi menggunakan kartu debit turun 12,49% YoY.
Sementara itu, pertumbuhan transaksi QRIS meningkat dibandingkan dengan April 2024 yang sebesar 194,06% YoY dengan jumlah pengguna 48,90 juta dan merchant sebanyak 31,86 juta.
Baca Juga
Transaksi digital lainnya, seperti BI-RTGS naik 0,16% YoY dan BI-FAST tercatat senilai Rp701,61 triliun atau tumbuh 53,08% YoY.
Transaksi digital banking tercatat Rp5.570,49 triliun atau tumbuh sebesar 10,82% YoY, sementara transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 35,24% YoY sehingga mencapai Rp92,79 triliun.
Transaksi kartu kredit masih meningkat 6,60% YoY mencapai Rp35,18 triliun. "Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan [UYD] meningkat 6,82% YoY sehingga menjadi Rp1.038,26 triliun," kata Perry.
Adapun, penurunan transaksi menggunakan kartu debit seiring dengan penyusutan jumlah mesin ATM perbankan.
Tren secara industri telah tergambarkan dari data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak kuartal III/2023 dimana, jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia menyentuh 92.829 unit.
Kemudian, mengacu pada laporan yang sama atas data terakhir yang dirilis, yakni pada kuartal IV/2023, tercatat jumlah terminal ATM, CDM, dan CRM menjadi 91.412 unit, artinya susut 1.417 unit dari kuartal sebelumnya.
Bahkan, bila dibandingkan secara tahunan, jumlah ini kian menyusut hingga 2.604 unit ketimbang jumlah ATM, CDM dan CRM bank pada periode sama tahun lalu alias kuartal IV/2022 yang sempat menyentuh 94.016 unit.
Ekonom Poltak Hotradero menyebut keberadaan ATM sendiri kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Makin tinggi rasio BOPO menunjukkan makin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya.
"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya pada Bisnis.com belum lama ini.
Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan berdampak pada penggunaan ATM yang makin tidak relevan.
Walau demikian, dia tak menutup mata apabila ada sejumlah bank Tanah Air yang mencatatkan kenaikan mesin ATM lantaran adanya kebutuhan. Akan tetapi, jika tak diperlukan, biasanya perbankan tetap akan memilih untuk mengurangi ATM yang ada.