Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengembangkan sistem Payment ID yang saat ini masih dalam uji coba sandbox. Salah satu tujuannya adalah mendukung perluasan akses pembiayaan, terutama pelaku UMKM, dari pembentukan payment history. Lalu, apa beda Payment ID dengan SLIK OJK?
Sebagai informasi, Payment ID merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Dalam Payment ID, setiap orang akan memiliki kode unik untuk mengidentifikasi transaksi pembayaran.
Berdasarkan BSPI 2030, pemanfaatan Payment ID mencakup tiga fungsi. Pertama, kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran. Kedua, kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi. Ketiga, kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia Dicky Kartikoyono menjelaskan secara konsep, SLIK atau Sistem Layanan Informasi Keuangan yang dikelola OJK, digunakan untuk menilai kelayakan seseorang sebelum lembaga jasa keuangan memberikan kredit atau pembiayaan.
"Di SLIK yang keluar adalah data [seperti] seseorang punya utang berapa di bank, [berapa] jumlah, jenis kredit, ada di SLIK," jelasnya di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Namun, saat ini belum terdapat informasi mengenai berapa besar transaksi belanja yang dilakukan individu untuk dapat mengetahui sisa dana yang dimiliki, terkait dengan kemampuan dalam membayar cicilan kredit.
Selisih antara penghasilan seseorang dengan nilai transaksi belanja merupakan leverage pinjaman dari lembaga jasa keuangan, seperti perbankan.
Dicky pun menegaskan bahwa nantinya Payment ID akan berbeda dengan SLIK OJK. Begitu juga dengan data yang ada dalam masing-masing sistem, sehingga tidak terjadi tumpang tindih atau overlapping. Dia juga memastikan Payment ID tidak akan menggantikan SLIK OJK.
"Itu bagian yang pasti biar beda, enggak boleh sama, enggak mungkin begitu. Pokoknya enggak boleh redundant [dengan SLIK]. [Payment ID] Enggak gantiin SLIK," tegasnya.
Butuh Waktu
Lebih jauh, dalam proses implementasi Payment ID diperlukan sejumlah aturan sebagai turunan undang-undang yang sudah ada, seperti UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
BI, tegasnya, sejak dulu berada di bawah undang-undang rahasia bank. Dengan demikian, setiap data individu di sistem keuangan tidak bisa sembarangan diberikan kepada pihak lain tanpa persetujuan atau consent pemilik data.
“Sehingga yang namanya uji coba itu mendalami bagaimana kami tetap comply di dunia digital ini untuk melakukan layanan terbaik ke masyarakat serta mengamankan keseluruhan ekosistem keuangan dan sistem pembayaran,” ungkapnya.
Pembangunan infrastruktur Payment ID, lanjut Dicky, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Begitu pula dengan penyusunan berbagai ketentuan dan perlu melibatkan semua pihak dalam proses tersebut.
Dia juga menekankan ide pengembangan Payment ID memiliki tujuan untuk keamanan transaksi dan perlindungan konsumen. BI tidak akan pernah masuk ke ruang privat masyarakat satu persatu. "Kita tetap berada pada ruang publik karena tugasnya untuk melaksanakan kebijakan publik," jelas Dicky.
Pengembangan Credit Scoring
Dalam kesempatan terpisah, sebagaimana dilansir dari Antara, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi menilai Payment ID dapat mendorong pengembangan model credit scoring Tanah Air.
"Kami memandang kebijakan pemanfaatan Payment ID yang tertuang dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030 ini tentu memiliki implikasi yang signifikan terhadap evolusi pengembangan dari model credit scoring di Indonesia," kata Hasan, Senin (5/8/2025).
Menurutnya, beberapa pengaruh atas implementasi kebijakan penggunaan Payment ID, di antaranya dapat meningkatkan granularitas data sehingga dapat diperoleh data detail dari profil seseorang atau lembaga yang berpotensi menjadi penerima kredit.
Tak hanya itu, Payment ID juga dinilai dapat menciptakan model prediktif yang lebih baik dan komprehensif sehingga dapat meningkatkan akurasi dalam menilai risiko kredit.
Dengan data yang tersedia lebih lengkap dan lebih akurat, lembaga keuangan di Indonesia diharapkan dapat terus membuat keputusan-keputusan penyaluran kredit yang lebih baik dan dapat mendorong inklusi keuangan sekaligus memperkuat stabilitas sistem keuangan ke depan.
"Kami di OJK akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia mengenai bagaimana teknis dari implementasi kebijakan mengenai Payment ID," ujarnya.