Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian besar bank telah merilis kinerja keuangan hingga paruh pertama 2024. Bank pun mulai memberikan kisi-kisi mengenai besaran dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham pada tahun depan untuk tahun buku 2024. Berikut ulasan bocoran dividen dari bank besar, seperti Bank Mandiri, BNI, hingga BCA.
Kemarin, dalam public expose, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mengisyaratkan masih akan menjadi perusahaan dengan kebijakan pembayaran dividen yang jumbo pada 2025.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan terkait penentuan dividen, perseroan akan terus memperhatikan tingkat permodalan yang optimal untuk mendukung pertumbuhan bisnis secara jangka panjang.
Pertimbangan ini juga menjadi bagian dari arahan kebijakan Kementerian BUMN yang menginginkan Bank BUMN dapat mendukung pertumbuhan kredit yang sehat dan agresif dengan kadar kecukupan modal yang baik.
“Kita ingin sampaikan selama lima tahun terakhir BMRI telah membagikan dividen yang baik, di mana dividend payout ratio secara konsisten kita bayarkan 60% [dari laba] dan tentu ke depan kami ingin mempertahankan level tersebut,” ujarnya, Selasa (27/8/2024).
Pada 2024 Bank Mandiri membagikan dividen senilai Rp33 triliun. Sigit menjelaskan ini menjadi nilai yang sangat besar yang dibagikan kepada seluruh pemegang saham untuk tahun buku 2023. “Yang kalau kita hitung [dividen 2024] yield-nya itu sebesar 6,5%,” ujarnya.
Ke depan, Sigit menyampaikan perseroan akan mempertahankan konsisten kinerja Mandiri grup untuk dapat terus meningkatkan value kepada stakeholder khususnya ke pemegang saham supaya BMRI dapat memberikan dividen sekaligus harga saham yang baik.
Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Berdasarkan catatan Bisnis, BMRI membagikan dividen senilai Rp33,03 triliun atau Rp353,95 per saham kepada pemegang sahamnya pada awal tahun ini atau untuk tahun buku 2023. Nilai tersebut mencapai 60% dari laba bersih perseroan pada 2023.
Dalam rangkaian public expose di hari yang sama, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN (BBTN) juga mengungkapkan rencana dividen Tahun Buku 2024 pada 2025.
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu menjelaskan bahwa pemberian dividen pada masa mendatang akan didasarkan pertimbangan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) bank. Jika bank memerlukan lebih banyak modal untuk ekspansi kredit atau alasan lainnya, biasanya rata-rata dividend payout ratio pada level 20%.
“Tapi kalau kita lagi merasa bahwa kita perlu naikkan dividend payout dengan pertimbangan tertentu, kita akan naikkan sama pemerintah. Tapi most likely sih saya kasih guidance saja 20%-25% lah pasti. Sekitaran segitulah BTN,” ujarnya.
Selain itu, untuk bisa memberikan dividen yang lebih tinggi kepada pemegang saham, pihaknya terus berusaha menjaga laba agar tetap stabil meskipun biaya dana (cost of fund) meningkat signifikan dengan mendorong pertumbuhan fee based.
Nixon juga menyebutkan bahwa bank juga berhasil mendorong kenaikan kinerja syariah dengan serta terus mendorong memperbaiki kualitas kredit dengan target rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) di bawah 3% pada akhir tahun, yang diharapkan dapat menurunkan cost of credit.
Sebagai nformasi, BTN membagikan 20% laba untuk dividen pada 2024 atas kinerja tahun 2023. Dalam RUPS yang diselenggarakan (6/3/2024) pemegang saham menyetujui membagikan Rp700,19 miliar atau Rp49,89136 per saham yang akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham.
Dengan besaran dividen ini, maka pemerintah menerima sekitar Rp420,11 miliar sebagai pemilik 60% saham BTN, sedangkan sisanya menjadi hak pemegang saham publik. Tercatat, laba bersih sepanjang 2023 yang didapat diatribusikan kepada entitas induk Rp3,5 triliun, saldo laba ditahan yang tidak dibatasi penggunaannya Rp3,66 triliun, dan total ekuitas Rp30,48 triliun.
Bank BUMN lainnya, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) juga telah memberikan kisi-kisi pembagian dividen untuk tahun buku 2024. Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan terkait penentuan dividen, pihaknya akan terus mempertimbangkan kondisi permodalan yang ada.
Dia juga menyampaikan perseroan berpotensi mempertahankan rasio pembagian dividen 50% dari laba bersih kepada para investor. “Dividen belum [diputuskan], tapi enggak akan turunlah dari tahun lalu. Kurang lebih kan kita mesti lihat kondisi capital. Kalau tahun lalu 50% [dari total laba bersih], ya tetap kita jaga 50% seperti tahun lalu,” ujarnya usai agenda Indonesia Women in Finance Conference, Kamis (15/8/2024)
Pada awal April 2024, BNI memutuskan menebar dividen sebesar Rp10,45 triliun kepada pemegang sahamnya. Besaran dividen ini yaitu 50% dari total laba bersih tahun buku 2023, yang senilai Rp21,11 triliun.
Dengan jumlah saham beredar mencapai 37,29 miliar lembar, maka nilai dividen per saham BNI sebesar Rp280,49 per saham. Nilai dividen BNI saat itu naik dibandingkan tahun lalu, di mana BNI menebar Rp7,3 atau 40% dari total laba bersih tahun buku 2022.
BRI dan BCA
Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) menyatakan komitmen membagikan dividen secara optimal untuk tahun buku 2024. Menandai posisinya sebagai BUMN paling royal menyetor dividen ke kas negara.
Sekretaris Perusahaan BBRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan perseroan dalam beberapa tahun ke depan berkomitmen memberikan rasio pembayaran dividen secara optimal, dengan mempertimbangkan kondisi permodalan yang memadai.
“BRI berkomitmen dalam beberapa tahun ke depan dan dengan mempertimbangkan kondisi permodalan yang memadai, BRI akan memberikan dividen dengan payout ratio yang optimal,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (16/7/2024).
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menentukan BBRI dalam memutuskan besaran dividen ke pemegang saham, mulai dari proyeksi pertumbuhan bisnis hingga rasio kecukupan modal.
“BRI memperhatikan faktor proyeksi pertumbuhan bisnis ke depan, pemenuhan rasio kecukupan modal dan faktor sustainability tingkat imbal hasil atas ekuitas dalam tiga tahun,” tuturnya.
Pada Maret 2024, Direktur Utama BRI Sunarso pernah mengatakan BRI memang mempunyai prospek tebaran dividen tinggi. "Sampai 5 tahun ke depan, BRI belum perlu tambahan modal. Jadi, berapapun labanya, BRI punya kelonggaran membagikan dividen yang besar," katanya.
Dividen Interim BCA
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memastikan akan membagikan dividen interim pada Desember 2024 kepada pemegang saham. Sebagaimana diketahui, perseroan memang tidak pernah absen membagikan dividen interim kepada para pemegang sahamnya sejak 2004.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim memproyeksikan dividen interim hingga final dividen akan lebih baik lagi. “Laba kan baik, pertumbuhan laba kan baik 11% ya kemarin [semester I/2024]. Jadi, mudah-mudahan interim dividen, nanti final dividen RUPS tahun depan lebih baik lagi,” ujarnya, Kamis (15/8/2024).
Menurutnya, kinerja semester I/2024 memiliki pertumbuhan yang baik. Bahkan, dirinya yakin pertumbuhan kredit tahun ini akan mampu dobel digit, di atas 10%.
“Walaupun saya lihat ada Pemilu, rupiah hari ini bagus dan saya yakin pertumbuhan kredit tahun ini akan bisa dobel digit, bisa di atas 10%,” ucapnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, BCA tidak pernah absen membagikan dividen interim kepada para pemegang saham sejak 2004. BCA menjadi salah satu perusahaan yang dikenal royal membagikan keuntungan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen.
BCA biasanya membagikan dividen sebanyak dua kali untuk satu periode tahun buku keuangan sejak 2004. Pertama, perseroan membagikan dalam bentuk dividen interim yang biasanya diumumkan pada rentang September hingga Desember. Kedua, BBCA membagikan dividen final yang diputuskan melalui rapat umum pemegang saham tahunan.
Sebelumnya manajemen BCA telah memutuskan untuk membagikan dividen interim senilai Rp42,5 per saham dari kinerja keuangan per September 2023. Jumlah saham BBCA yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 123,275 miliar saham sehingga total dividen yang diberikan mencapai Rp5,23 triliun.
Adapun, nilai tebaran dividen interim tersebut naik 21,4% dibandingkan tebaran pada 2022 sebesar Rp35 per saham atau dengan nilai Rp4,31 triliun.