Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top5 News Bisnisindonesia.id: Kuda-kuda BI Hadapi Gejolak Rupiah hingga Donasi Hunian Murah

Bank Indonesia mengakui stabilitas rupiah dalam menentukan keputusan suku bunga acuan pada bulan depan seiring dengan dinamika global.
Pilihan berita analisis Bisnisindonesia.id. - Foto Canva
Pilihan berita analisis Bisnisindonesia.id. - Foto Canva

Bisnis.com, JAKARTA— Bank Indonesia mengakui stabilitas rupiah dalam menentukan keputusan suku bunga acuan pada bulan depan seiring dengan dinamika global yang akan menggerakkan mata uang Garuda.

Artikel bertajuk Kuda-kuda BI Hadapi Gejolak Rupiah dan Ketidakpastian Global menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Kamis (21/11/2024):

1. Kuda-kuda BI Hadapi Gejolak Rupiah dan Ketidakpastian Global

Bank Indonesia mengakui stabilitas rupiah dalam menentukan keputusan suku bunga acuan pada bulan depan seiring dengan dinamika global yang akan menggerakkan mata uang Garuda. Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19—20 November 2024, Bank Indonesia memutuskan menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 6%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan  keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat," ujar Perry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (20/11/2024).

Keputusan tersebut sesuai dengan prediksi konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg. Bank Indonesia telah melihat gejolak nilai tukar rupiah yang bahkan sempat mencatatkan angka hampir Rp16.000 pada perdagangan akhir pekan lalu.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro mengatakan arah kebijakan Amerika Serikat (AS)—usai terpilihnya Donald Trump menjadi presiden pengganti Joe Biden—penuh ketidakpastian.

"BI Rate flat karena tekanan terhadap rupiah dan ketidakpastian arah kebijakan AS dapat menimbulkan inflasi AS dan mendorong penguatan dolar AS," ujarnya kepada Bisnis sehari sebelum pengumuman BI. 

2. Perkembangan Perbankan Kala BI Pertahankan Suku Bunga 

Industri perbankan masih solid di tengah langkah Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 6% saat bank sentral Amerika Serikat (AS) memangkas suku bunga pada awal bulan ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kinerja industri perbankan masih solid yang tecermin pada pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 10,92% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Oktober 2024.

Dari sisi penawaran, kuatnya pertumbuhan kredit didukung oleh terjaganya minat penyaluran kredit, berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) serta positifnya dampak insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.

“Hingga akhir Oktober 2024, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp259 triliun kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp120,9 triliun, bank BUSN (bank umum swasta nasional) sebesar Rp110,9 triliun,  BPD (bank pembangunan daerah) sebesar Rp24,7 riliun, dan KCBA (kantor cabang bank asing) sebesar Rp2,6 triliun,” ujarnya dalam Konferensi Pers Rapat Dengar Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu sektor penghiliran mineral dan batu bara dan pangan, otomotif, perdagangan dan listrik, gas dan air (LGA), serta pariwisata dan ekonomi kreatif.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga sejalan dengan perkiraan pertumbuhan yang baik. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada mayoritas sektor ekonomi tercatat tetap kuat, terutama pada sektor jasa dunia usaha, perdagangan, hingga industri.

3. Gemuruh Hati Manufaktur Hadapi PPN 12%

Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% tinggal menghitung hari. Eksekusi pengatrolan PPN yang menyasar aktivitas konsumsi barang dan jasa masyarakat itu pun membuat pelaku industri manufaktur ketar-ketir.

Adapun, sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemberlakuan penaikan tarif pajak atas konsumsi barang dan jasa tersebut dapat dilakukan paling lambat 1 Januari 2025.

Namun, tidak sedikit pelaku usaha yang meminta pemerintah untuk menunda kenaikan PPN tersebut. Kendati diharapkan berdampak positif terhadap penerimaan pajak, kenaikan tarif PPN dinilai berpotensi menimbulkan efek domino negatif terhadap roda perekonomian nasional, mengingat daya beli masyarakat masih belum bergairah.

Ketua Umum Asosasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menilai kenaikan PPN menjadi 12% bakal makin melemahkan daya beli masyarakat terhadap pembelian rumah maupun kendaraan bermotor yang merupakan sektor terbesar yang menyerap produk kaca lembaran.

4. Menurunkan Harga Tiket Pesawat Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan

Keinginan pemerintah menurunkan tiket pesawat domestik sebelum Natal dan Tahun Baru tak semudah kelihatannya. Sejumlah persoalan mesti diselesaikan agar tarif penerbangan domestik benar-benar turun.

Keinginan menurunkan tarif tiket pesawat sebenarnya bukan wacana baru. Angin surga ini sudah dikeluarkan oleh pemerintah sejak masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Setelah kepemimpinan Indonesia berganti, Prabowo turut menjanjikan tiket murah dapat terealisasi.

Sebagai strategi, pemerintah baru berencana menerapkan penurunan tarif batas atas (TBA) sebesar 10% atau menghapus fuel surcharge. Istilah terakhir merupakan biaya tambahan yang dikenakan maskapai untuk menutup kenaikan harga avtur. Namun, langkah ini tidak cukup untuk merubah tarif.

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja menyebutkan bahwa pada saat ini, kondisi finansial dan operasional maskapai sedang sulit. Semua maskapai bahkan masih mengalami kerugian karena beban biaya yang lebih besar dari pendapatan.

Alih-alih menurunkan biaya penerbangan, maskapai justru memerlukan tambahan pendapatan untuk menutup biaya operasional serta mendapatkan keuntungan untuk kelangsungan bisnis. Termasuk menjaga kelancaran konektivitas angkutan udara yang selamat, aman dan nyaman.

5. Menanti Donasi Swasta Bangun Hunian Murah

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman membuka peluang bagi pengusaha swasta untuk ikut bergotong royong dalam program 3 juta rumah per tahun. Keterlibatan mereka bisa dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) maupun lainnya seperti menyumbangkan lahan atau membangunkan rumah.

Upaya untuk mewujudkan program tersebut, Kementerian PKP menggandeng sejumlah pihak kementerian/lembaga, pengusaha swasta termasuk pengembang dan perbankan.

Dalam penyediaan lahan, Kementerian PKP bakal menggunakan tanah sitaan koruptor dari Kejaksaan Agung, aset bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta lahan idle maupun eks-Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Kementerian ATR/BPN.

Selain itu, tanah barang milik negara miliki Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, tanah milik pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, tanah wakaf, donasi CSR tanah dari korporasi swasta, dan tanah lainnya yang sesuai dengan aturan berlaku.

Pekerjaan membangun 3 juta rumah per tahun ini bukan hal mudah. Terlebih, pada 2025, Kementerian PKP hanya mendapatkan pagu anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) senilai Rp5,078 triliun, yang turun drastis dari pagu anggaran pembangunan perumahan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada  tahun ini Rp14,68 triliun.

Oleh karena itu, pemerintah pun harus memutar otak merealisasikan program prioritas unggulan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper