Bisnis.com, JAKARTA- Bagi Anda yang sudah berkecimpung di dunia Investasi pasti sudah tidak asing lagi dengan obligasi. Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan dengan berbagai jangka waktu.
Dilansir dari ocbc.co.id, Selasa (14/1/2025) obligasi syariah dikelola sesuai dengan prinsip syariah Islam, menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi daripada deposito, dan tidak menggunakan bunga atau riba. Penerbitannya bisa dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan, dengan imbal hasil yang disepakati. Bentuknya termasuk Sukuk, yang berhubungan dengan kepemilikan aset yang disewakan.
Sementara, obligasi konvensional memberikan imbal hasil berupa kupon bunga yang dibayar secara berkala. Diterbitkan oleh pemerintah, perusahaan, atau lembaga keuangan, obligasi ini digunakan untuk membiayai proyek atau rencana bisnis.
Berikut Perbedaan Signifikan Obligasi Syariah dan Konvensional
Dilansir dari wom.co.id, Selasa (14/1/2025) dalam hal memahami prinsip, risiko, manfaat, serta struktur produk, pembiayaan syariah dan konvensional memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Berikut adalah perbedaan utama antara keduanya:
1. Prinsip Dasar
* Pembiayaan Syariah: Berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang melarang riba (bunga), spekulasi berlebihan, serta transaksi yang mengandung ketidakpastian atau ketidakadilan. Tujuannya adalah untuk memastikan keuntungan yang jelas tanpa merugikan pihak yang terlibat.
* Pembiayaan Konvensional: Mengikuti prinsip ekonomi konvensional, di mana peminjam membayar bunga atas pinjaman yang diberikan.
2. Jatuh Tempo
* Obligasi Syariah: Umumnya memiliki jangka waktu sekitar 5 tahun. Jangka waktu yang lebih pendek ini memberikan fleksibilitas bagi investor yang menginginkan pengembalian lebih cepat.
* Obligasi Konvensional: Memiliki jangka waktu yang lebih panjang, sekitar 20 tahun. Dengan jatuh tempo yang lebih lama, investor dapat menikmati pendapatan bunga yang stabil dalam jangka waktu yang lebih panjang.
3. Struktur Produk
* Pembiayaan Syariah: Berdasarkan prinsip bagi hasil atau jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariah, tanpa melibatkan bunga atau unsur yang tidak sesuai dengan hukum Islam.
* Pembiayaan Konvensional: Biasanya menggunakan produk seperti pinjaman berbunga, obligasi, dan produk keuangan lainnya yang berbasis pada kontrak dengan bunga.
4. Pemantauan dan Pengawasan
* Pembiayaan Syariah: Memerlukan pemantauan yang ketat untuk memastikan transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab memberikan nasihat dan memastikan kepatuhan terhadap syariah.
* Pembiayaan Konvensional: Pemantauan dan pengawasan dilakukan berdasarkan regulasi keuangan yang berlaku di wilayah tersebut, tanpa melibatkan prinsip syariah.
5. Pendapatan
* Obligasi Syariah: Pendapatan berasal dari bagi hasil, yang didasarkan pada kesepakatan antara penerbit dan investor. Imbal hasil ini bebas dari riba dan tidak mengandung bunga.
* Obligasi Konvensional: Pendapatan diperoleh dari bunga yang dibayarkan oleh penerbit obligasi kepada pemegang obligasi. Bunga ini tetap dan ditetapkan sesuai dengan perjanjian awal.
6. Sifat
* Obligasi Syariah: Merupakan investasi yang didasarkan pada prinsip syariah, dengan pembagian risiko dan keuntungan yang jelas antara pihak yang terlibat, serta fokus pada investasi yang halal dan sesuai dengan hukum Islam.
* Obligasi Konvensional: Merupakan surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah. Investor yang membeli obligasi ini pada dasarnya meminjamkan uang dan akan menerima pembayaran kembali beserta bunga pada jatuh tempo, menjadikannya instrumen utang yang melibatkan bunga.
Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa pembiayaan syariah dan konvensional memiliki dasar hukum, struktur, dan tujuan yang berbeda, dengan syariah lebih mengedepankan prinsip keadilan dan keterbukaan, sementara konvensional lebih fokus pada keuntungan berbasis bunga.
Berikut Risiko Obligasi Syariah
Dilansir dari investasiku.id, Selasa (14/1/2025) berikut risiko dari obligasi syariah dan konvensional
Risiko Obligasi Syariah
1. Risiko Penerbit: Obligasi syariah tergantung pada kondisi keuangan dan kredibilitas penerbitnya (pemerintah atau perusahaan). Jika penerbit mengalami kesulitan keuangan, ini bisa mempengaruhi kemampuan mereka untuk membayar imbal hasil atau pokok obligasi.
2. Risiko Pasar: Seperti investasi lainnya, harga sukuk (obligasi syariah) dapat berfluktuasi karena perubahan kondisi pasar, seperti suku bunga atau faktor ekonomi lainnya.
3. Risiko Likuiditas: Sukuk atau obligasi syariah mungkin kurang likuid dibandingkan obligasi konvensional, sehingga sulit untuk menjualnya jika diperlukan dana dalam waktu singkat.
4. Risiko Kepatuhan Syariah: Ada kemungkinan bahwa perubahan dalam interpretasi prinsip syariah dapat mempengaruhi status kepatuhan dari suatu sukuk. Oleh karena itu, pemantauan dari Dewan Pengawas Syariah sangat penting.
Risiko Obligasi Konvensional
1. Risiko Default (Gagal Bayar): Salah satu risiko utama adalah penerbit obligasi gagal membayar pokok atau bunga. Jika terjadi default, pemegang obligasi bisa kehilangan sebagian atau seluruh investasi mereka.
2. Risiko Suku Bunga: Kenaikan suku bunga dapat menyebabkan penurunan harga obligasi di pasar sekunder, yang berpotensi merugikan investor yang ingin menjual obligasi sebelum jatuh tempo.
3. Risiko Pasar: Fluktuasi pasar dan kondisi ekonomi global dapat memengaruhi nilai obligasi. Jika pasar mengalami ketidakstabilan atau krisis ekonomi, harga obligasi bisa turun.
4. Risiko Inflasi: Jika inflasi meningkat lebih cepat dari tingkat bunga obligasi, nilai riil pembayaran bunga dan pokok obligasi bisa berkurang.
5. Risiko Reinvestasi: Jika suku bunga menurun, pembayaran bunga yang diterima dari obligasi mungkin harus diinvestasikan kembali dengan tingkat bunga yang lebih rendah.
Dengan berbagai opsi yang tersedia, investor dapat memilih jenis pembiayaan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai mereka, baik itu untuk keuntungan finansial jangka panjang atau untuk memastikan kepatuhan pada prinsip-prinsip yang lebih etis dan religius. (Siti Laela Malhikmah)