Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengungkap perubahan perilaku konsumsi produk keuangan mempengaruhi perlambatan bisnis kartu kredit. Bahkan nilai fasilitas kreditnya tertinggal apabila dibandingkan dengan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyampaikan bahwa pertumbuhan kartu kredit menurut pertumbuhan penerbitan kartu hanya 1,5% per tahun. Di sisi lain, pertumbuhan akun keuangan digital mencapai dua digit, termasuk akun BNPL baik dari perusahaan pembiayaan ataupun perbankan.
“Alasannya adalah perubahan perilaku dari konsumsi produk keuangan,” kata Huda kepada Bisnis, pada Kamis (16/1/2025).
Huda mengatakan masyarakat sudah mulai mengubah kebiasaannya dalam mengkonsumsi produk keuangan, mulai dari jarang ke kantor cabang bank, hingga berurusan dengan customer service (CS) perbankan.
Masyarakat menurutnya kini banyak menggunakan gawai untuk melakukan aktivitas perbankan mulai dari pembayaran hingga pengajuan kredit. “Terlebih generasi muda yang malas berurusan dengan administrasi,” kata Huda.
Di sisi lain, layanan BNPL memiliki kelebihan dalam kecepatan persetujuan kredit yang mana jauh lebih cepat apabila dibandingkan dengan kartu kredit. Bahkan, lanjut dia, kartu kredit sudah menunggu dua minggu belum tentu disetujui untuk pengajuannya.
Huda juga menyoroti perbankan besar sudah mulai masuk ke pasar paylater, meskipun memang terbatas pada nasabah perbankan tersebut. Artinya, perbankan pun melihat perubahan konsumsi masyarakat yang pada akhirnya akan serba digital.
Huda pun memproyeksikan akan semakin banyak perbankan yang masuk ke bisnis paylater melihat performa dari paylater perbankan yang tumbuh pesat. “Jika mereka gagal adaptasi, yang ada mereka digilas oleh paylater perusahaan pembiayaan,” ungkap Huda.
Berdasarkan data Pefindo Biro Kredit (IdScore), BNPL pertumbuhannya tiga kali lipat apabila dibandingkan dengan kartu kredit.
Sampai dengan Oktober 2024, fasilitas kredit BNPL mencapai 48,4 juta, sementara kartu kredit sebanyak 13,9 juta. BNPL mengalami pertumbuhan 28,64% secara tahunan (year on year/yoy), sementara kartu kredit hanya mencapai 3,22% yoy.
Direktur Utama IdScore Tan Glant Saputrahadi menyoroti pertumbuhan kartu kredit yang hanya mencapai di bawah 5%. Dengan capaian tersebut, dia menjelaskan bahwa sebagian besar bank, kecuali beberapa bank besar, telah berupaya menjaga rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) untuk mengendalikan biaya operasional dan meningkatkan efisiensi.
“Cost operasional perlu dijaga agar tetap selaras dengan skala bisnis, terutama untuk segmen menengah, sehingga masih ada indikasi positif meskipun pertumbuhan rate-nya cukup kecil untuk sebuah bisnis perbankan,” kata Glant.
Glant menambahkan ada beberapa hal yang membuat BNPL lebih banyak diminati. Beberapa di antaranya adalah fleksibilitas, kenyamanan, promo menarik, kemudahan, UI UX yang relevan dengan anak muda, serta terintegrasi dengan online merchant atau e-commerce.
Hingga November 2024, IdScore mencatat portofolio kredit BNPL mencapai Rp35,14 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 24,53% apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Bank digital menjadi lembaga jasa keuangan yang banyak menyalurkan kredit dengan portofolio senilai Rp11,66 triliun dengan pertumbuhan 8,24% yoy. Kemudian disusul bank umum dengan pertumbuhan sebesar 67,24% yoy yakni Rp8,48 triliun.
Penyelenggara BNPL Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) pertumbuhannya sebesar 13,78% yoy mencapai Rp7,35 triliun. Lalu perusahaan pembiayaan portofolio kreditnya mencapai Rp7,08 triliun dengan pertumbuhan 36,17%.